Friday, January 25, 2013

CONFUSIUS

setelah berjam-jam menaiki bus yang lumayan nyaman (jika dan hanya jika dibandingkan dengan bus Indonesia) membawa kami menyebrangi perbatasan malaysia-singapore. Tepat ketika langit mulai menjadi gelap, kami sampai di pemberhentian.

oo..semua hape lost signal, simcard yang digunakan masih simcard malaysia yang tidak aktif di luar negara. Bagaimana cara menelepon Uwa. Segera saya, mama, dan makcik Hasina berkeliling mencari tukang jual pulsa. Sayang, tidak seperti di jalanan Bandung, yang seringkali ditemukan penjual eceran pulsa, kali ini, dari toko ke toko kami masuki, sepanjang jalan kebanyakan toko makanan..lalu ingat sebenarnya perut lapar sangat. ribuan kilo jalan yang kami tempuh (tidak dalam jarak yang sebenarnya) akhirnya tersesatlah kami dalam sebuah mall, berkeliling..aaahh, kenapa sulit mencari toko jual simcard. Bertanya sana sini dengan modal bahasa Inggris yang belepotan, memimpin arah dua orang ibu-ibu yang hanya menguntit di belakang dan memberi semangat >> ibu dan makcik -_-

akhirnya  sebelum memutuskan untuk menyerah, saya menghampiri satpam di meja costumer service, satpam, bukan wanita cantik berpakaian seksi seperti di pusat perbelanjaan kebanyakan.
 "where can i buy a simcard?"
"bxnjdklslkemmso"
"seveneleven? i've just been there , they don't sell it."
"xxxyyyzzzzabcd"
"i've walked so much far, and i'm tired already. show me the nearest store." (niatnya kalau jauh, mau pinjem telepon selular bapak satpam aja. saya mau nelepon saudara saya pak, atau nasib kami tidur malam itu tidak jelas)
"------xxxnmkajskdelemma" << akhirnya menuntun kami menjajaki toko penjual simcard.Thanks God, it still open, he said.

di sebuah toko elektronik beratmosfir cina, dengan penjual cina yang abusetdeh logat inggrisnya.
"singsing honghong langfiu chiiaaang"
"i wanna buy the cheapest simcard" << to the point banget : ga punya duit
"hialuuung fangfang liungsen hosyang hosyang"
"ten dollar??? is there any simcard..heem, about five dollar only?"
"cepawo ceci we caniiiiii"

kaluar dengan muka lega, sesegera mungkin menelopn Uwa.
"Wa...ini detin lalalala dududududu kami ada di.........(buta arah).............Golden"
"ya, uwa kesana ya."
--15 menit kemudian--
"Golden yang mana sih? ko Uwa nyari kalian ga ada? sekarang dimana? Jalan apa neng? Uwa udah di Mesjid Sultan"
"Ophir road."
"bentar uwa cari."
---15 menit kemudian--
"Uwa ga nemu. coba detin cari Mesjid Sultan, semua orang di situ pasti tau."

"excuse me, do you know where is Sultan Mosque?"
membuka gadget >>google maps >> menunjuk arah, dengan mimik muka -kayanya sih disitu, gue ga yakin-
bertanya pada 3 orang dengan melakukan hal yang sama, oh come on, jaman canggih ya, nanya alamat buka google map.

bondong-bondong kami berenam : saya, mama, mamak asmah, mami hajra, makcik Hasina, bang Bidin, mendorong-dorong koper menyusuri jalanan Singapore di malam hari dengan muka penuh minyak dan lelah yang tampak menguasai, yang jika tersenyumpun terlihat seperti seorang idiot.

desperate. di negeri orang, yang baru pertama kali kami jamah, dengan tanpa pemandu, tak seorangpun tahu..oh Allah, dimanakah mesjid sultan ituuu. hiks.

"Wa, ga nemu juga nih. sekarang kita di Beach road. harus kemana?"
"bentar uwa cari"
--15 menit kemudian--
"Uwa ga nemu" #hasyaaaaahhhh -___-
"Uwa kesini naik apa? sama siapa?"
"MRT, sendiri"
--MashaAllah, saya lupa, uwa baru beberapa bulan di sana, bahasa inggrisnya pun mana lancar. Saya pikir Uwa jemput sama tante. oalaaah, tante lagi kerja shift malem. mana naik MRT pulak, jalan kaki muterin jalanan Singapore buat bertemu kami? oh no kidding.mau berapa abad baru bertemu-__- well, sometimes you can feel so "small"

problem solving and decision making mu buruk det -,- gini aja lama banget mutusinnya. kasian yang lain nunggu berjam-jam, saling mencari. ah ribet. naik taksi aja deh, suruh Uwa tunggu di suatu tempat.
oke kesepakatan : kami naik taksi, Uwa tunggu di Raffles Hospital.

taksi kok tidak bersahabat, penuh semua. akhirnya saya tanya Bapak-bapak yang lagi nongkrong, dimana Raffles Hospital, jauh atau dekat, kira-kira kami bisa jalan atau cukup jauh?
"sorry, i dont know"<< oh meeeen.
ada dua orang pria mata sipit, mirip artis korea (?) sedang berjalan sambil memakan sejenis hotdog. Saya potong perjalanan mereka,bertanya dimana Raffles Hospital. si-pria-kaos-putih menutup mata, meletakkan telunjuk di dahinya, berucap..hmmmmm.
"there" << menunjuk satu arah.
"is it far?"
"far enough. just take a taxi.."
"can you help me....looking for the taxi?
sambil melahap hotdognya, si-pria-kaos-putih dan si-pria-kaos-abu, berjalan menyebrang jalanan besar dua arah. melambai-lambaikan tangan pada setiap taxi yang lewat. berlari sana-sini di setiap arah jalan. berhasil menyetop satu taxi berwarna silver.

mamak asmah berkata, "noo.. it's expensive. the silver one is expensive."
kemudian taksipun pergi meninggalkan.
si-pria-kaos-putih melongo. "noo, maam, it's cheap. do you see that lamp? (menunjuk tulisan  TAXI) it shows it is cheap.
si duo pria kembali berlari sana-sini, kami terpukau, berdiri dan duduk di tempatnya masing-masing, memperhatikan mereka berlarian.

alhamdulillah, mereka berhasil memberhentikan dua buah taksi. berbicara pada supir, meyuruh mengantar kami ke Raffles Hospital.
"thankyou so much."
dan ketika hendak menderek koper gaban itu, si-pria-kaos-putih bergegas mengambil koper, menaikkannya ke bagasi, diikuti si-pria-kaos-abu. Semua koper. sementara sopir taksi hanya duduk santai di dalam mobil. #hasyaaah.
"go in"
"thank you so much. really, big thanks"
"it's oke."
"hei anak muda, baik sekali..nanti semoga diganti dengan yang lebih baik ya." sambil senyum, kata mamak asmah kepada pemuda.
mereka melongo. mana ngerti.

-------
dan sampailah kami bertemu Uwa, menggelikan, Raffles Hospital tidak jauh dari tempat dimana kami menyetop taksi, hanya di bawa berputar sedikit.

ahhh...a simple hello could lead to a million things. Menjumpai orang baik, yang membantu orang-orang yang hampir gila, desperate, kesulitan. membantu sampai finsih, benar-benar finish itu...selalu mengukir kesan tersendiri di memori insan bernama manusia. Selalu. Because sometimes,the smallest things take up the most room in your heart.

perjuangan masih berlanjut.Menyusuri MRT, sebelum akhirnya sampai di gate Pasir Ris. Tempat dimana apartemen tante terletak. haaah, malam yang panjang..

well, someday you will look back to this moment, and realize how far you have gone.

Sunday, January 20, 2013

Diorama


Melancong yuk.  Saya mau jalan-jalan ke masa dimana saya masih jadi gadis imut berseragam putih-biru, masa-masa SMP. Nostalgia ini disponsori oleh ke-excited-an saya terhadap sebuah novel yang kembali saya baca setelah bertahun-tahun lalu sering saya baca, kemudian sang novel dipinjam oleh oknum yang tidak jelas identitasnya (?) lalu hilang.

Novel pertama yang saya baca, kalau boleh saya bilang, cukup berat untuk dijadikan bacaan anak kelas 1 SMP. itu buku kakak saya. Ceritanya saya ingin sok gaul nan keren, baca novel biar terlihat sedikit intelek. Cover bukunya pink, bergambar sketsa seorang wanita berjilbab panjang memegang kusen jendela. Yang menarik perhatian saya, selain judulnya yang unik, juga karena tebal bukunya tidak terlalu membuat anak kecil ketakutan ketika harus membacanya, hanya sekitar 300an lembar. 

Yah, judul novel pertama yang saya baca adalah “Diorama Sepasang AlBanna”. Jadi, latarbelakang, maksud dan tujuan yang sebenarnya saya tidak sedang membuat proposal (?) bermula ketika saya sedang belajar untuk ujian Dental Science Program, dalam case ada istilah dilatasi vascular bla bla bla bla… dan saya seketika ingat judul buku “Dilatasi Memori” seri ke 2 dari Diorama. Saya sempet cari e-book nya siapa tahu ada, sayang tidak dapat, atau lebih tepatnya tidak ngerti cara mendonlotnya. Akhirnya tadi pagi ketika saya bersilaturahim-lari minggu pagi bareng temen-temen SD, yang niatnya untuk membakar lemak tubuh, karena ibu saya berkata, "de, ko gendutan? makan aja ya?"---hati panas, ah masa ma??? ciyuss??miyapaahh??? frustasi---, lari sekitar 5 menit, sisanya jalan santai, lalu setelah itu makan bubur dan minum 500ml susu murni. Iya, iya..saya tau saya tau...anda akan berpikir, input lebih besar dari output, apa tetap akan diberi nama olahraga? saya sendiri ragu. hiks.

Nah, lupakan sejenak dengan olahraga semi gagalnya, kembali pada pernovelan. Saya jadi ingat kalau Hilda dulu beli buku Diorama dan Dilatasi atas recommend dari saya. Akhirnya, saya pinjem novel ini tadi pagi. Nah kan, silaturahim selalu membawa rezeki J


cover buku Diorama Sepasang AlBanna


Dalam waktu 4 jam, saya lahap isi novel karya Ari Nur itu. Dan setelahnya saya baru sadar sepenuhnya maksud dari novel tersebut. Dulu jaman saya masih mirip Dulce Maria nya Carita de Angel (?) saya belum ngerti maksud utama novel ini, yah namanya juga anak SMP. Sekedar ngerti ini novel roman, kisah cinta, dsb dsb. Tapi, kesan pertama selalu menempel menancap mengakar meng-adhesi-kohesi (?) di hati. kesan pertama buku ini waktu itu : ceritanya bagus.

Sadar ga sadar, saya ngerasa banyak kesamaannya dengan Inda Maharani (Rani), pemeran utama dalam novel. Seorang wanita asal kampung, yang serba biasa-biasa saja. Mencari penghidupan di ibukota sebagai arsitek junior di sebuah biro arsitektur ternama di Jakarta. Bertemu dengan seorang Ryan Fikri, seorang eksekutif muda, bos Rani, yang jenius, tampan, cool, arogan, dan sombong.  

Ryan yang kering ruhiyahnya, setelah sebelumnya menghilang dan menenggelamkan diri dari dunia dakwah, seakan menemukan telaga di tengah padang pasir ketika bertemu Rani. Memang bukan selera eksekutif muda, wanita pas-pasan, tampil ke lapangan dengan jilbab lebar dan kaos kedodoran. Tidak menunjukan smart, ataupun classy. Tapi Rani membawa idealisme yang terpupuk baik dalam dirinya. Ia menumbuhkan sebuah kehidupan tanpa menghancurkan kehidupan yang sudah ada. Di biro tempatnya bekerja, yang jauh dari kesan agamis, suasana penuh sekularisme, kemewahan, dan profit oriented.

Novel tentang kisah cinta para AlBanna, para pembangun. Ah Rani, wanita sederhana, bahkan sangat sederhana mampu menarik hati seorang Ryan. Di sisi lain, yang paling ditunjukkan dalam novel ini adalah tentang dakwah fardhiyah, tarbiyah islamiah…yang zzzzzzzzz banget waktu saya baca SMP, setelah saya baca lagi tadi, subhanallah, ceritanya mirip dengan cerita yang saya inginkan di masa depan nanti *hatsyaaahh.

Tentang membangun sebuah biro arsitektur independen, berbasis islam, dengan maksud mencetak arsitek muslim berkualitas dan berdaya saing dunia. Kisah Rani yang seorang aktivis dakwah kampus, merindukan jalan kembali, masa-masa dimana ia bebas berdakwah, dan tentang Ryan yang mantan ketua bidang kaderisasi dakwah kampus yang hanya bertahan 2 tahun untuk kemudian tenggelam bersama keterpurukan latarbelakang keluarga.

Mirip. Tentang saya yang sederhana dan biasa-biasa saja, seperti halnya Rani. Memiliki seorang Ryan yang tampan, jenius adalah harapan dan impian  meski dingin dan arogan. Tentang visi misi hidupnya, mirip. Tentang keinginan mendirikan sebuah usaha yang bergerak berbasis islam, menggerakkan roda-roda mesin para muslim yang sempat terhenti, menciptakan lapangan kerja, membentuk idealisme yang berfokus pada Illah, memiliki power untuk menggerakan, mengonsep, membuat kebijakan. Mirip mirip mirip.

Ah Rani, Ryan….. kita adalah seorang AlBanna, yang sedang berkelana untuk satu tujuan yang sama…

Terimakasih atas kisahnya, Ari Nur dan dioramanya :)

Thursday, January 3, 2013

Dari Individu ke Masyarakat


Bismillahirrahmaanirrahiim.

……al Insanu madaniyyun bith tabh’i…...
Manusia adalah bermasyarakat secara tabi’atnya.

Manusia diciptakan dengan fitrah bermasyarakat.

“wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…..” (Q.S Al-Hujurat : 13)

…menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku… memang pada dasarnya manusia hidup berkelompok, membentuk komunitas sesuai dengan jati dirinya, menemukan zona yang dirasa nyaman untuknya. Untuk itu, manusia akan senantiasa melakukan pengenalan dengan dunia sosial dimana dia hidup. Tidak ada manusia yang bisa survive hidup sendiri. Orang jomblo pun butuh orang lain *untuk menghapus kejombloannya. *Ah, fokus det, fokuuss.

Pengenalan.  Kenal—mengenal-dikenal. Untuk menuju “berkelompok” manusia harus melawati proses mengenal orang lain. Taaruf. Proses saling mengenal tidak hanya sebatas, oke-saya-tahu-nama-Anda—Anda-tahu-nama-saya. Ada 3 tahap yang harus dilewati agar proses Taaruf kita sempurna ; pertama, taaruf Jasadiyah : kita tidak bisa mengelak bahwa untuk mengenal, kita wajib -pake banget- untuk tahu wujud orang yang ingin dikenal seperti apa. Saat kita mengenal, kita harus tahu seperti apa wajah Ina dan seperti apa wajah Ani, karena Ina bukanlah Ani dan Ani bukanlah Ina (?) di tahap ini, kita akan mulai mengetahui siapa namanya, pekerjaannya apa, umurnya berapa, dsb, dsb. Segala yang berhubungan dengan dirinya, kita tahu, entah secara superfisial, maupun mendalam.

Kedua, adalah taaruf fiqriyah. Saat kita sudah mengenal jasadiyah, otomatis, kita akan lebih sering berinteraksi. Menuangkan pola pikir dalam percakapan. Bertukar pandangan. Maka saat proses itu berlangsung, secara sadar maupun tidak sadar, sebenarnya kita sedang mengenal seseorang secara fiqriyah. Saat berhasil melewati tahap ini, kita bisa membuktikan bahwa serigala akan berkumpul dengan serigala lainnya, bukan dengan harimau-kambing-kucing-ayam-kerbau-sapi. Kita akan mampu menilai, bahwa ternyata sekelompok orang disatukan oleh kesamaan pola pikir mereka. Jarang sih ya, orang sholeh berkelompok dengan tukang mabuk. Secara sendirinya, mereka akan memisahkan diri, mengeliminasi diri, menjadi bagian marginal yang menyusut mencari pribadi-pribadi lain yang dirasa sama….secara fiqriyah.

Ketiga, adalah taaruf qolbiyah. Inilah pengikat segala jenis taaruf. Saling mengenal secara batin, dari hati ke hati. Qalbu kita memiliki radar sendiri, memiliki kecenderungan sendiri. Bagaimana kita yang sudah menyatu hatinya dengan orang sholeh, akan merasakan kerinduan tersendiri untuk kembali berkumpul, pun dengan orang pecinta geng motor -misalnya, mereka akan merindukan perkumpulan dengan kelompok mereka. Itu fitrah. Saat kita sudah mengenal seseorang secara qolbiyah, kita sudah tidak perlu lagi menanyakan : kamu orangnya gimana sih? Karena keterikatan hati kita sudah mampu menilai, oh ternyata orang ini sifatnya begini begini begini, istilahnya tafahum. Kita bisa merasakan karakter orang tersebut. Inilah pentingnya menjaga keterikatan hati lewat pengenalan. Untuk masuk dalam kehidupan seseorang adalah dengan menyentuh hatinya, dan hati hanya bisa disentuh oleh hati.

Lalu setelah taaruf-tafahum, kita memasuki fase Ta’awun. Tolong menolong. Kita yang sudah saling mengenal saudara kita akan cenderung lebih memprioritaskan dalam tolong menolong, dalam bekerja sama. Ruh manusia itu ibarat pasukan yang berkelompok-kelompok. Dengan kesadaran ini, kerja-kerja kita seharusnya tersalurkan menjadi sebuah ikatan yang mengumpulkan “kayu-kayu” terserak.

Setelah kita bisa saling menolong, maka kita bisa saling Takaful, senasib sepenanggungan. Inilah hakikat UKHUWAH. Tingkatan dimana setiap muslim merasakan saudara sesama muslim sebagai satu tubuh. Disini kita bisa melihat bahwa lingkungan mencerminkan kepribadian seseorang. Teman-teman sepergaulan yang senasib sepenanggungan akan mendeskripsikan siapa kita. Beritahukan siapa temanmu, maka aku akan tahu siapa dirimu, begitu kata pepatah. Inilah ukhuwah. Ikatan ukhuwah adalah ikatan yang menjembatani keshalihan individu menuju keshalihan masyarakat.

Dari keshalihan pribadi menuju keshalihan masyarakat.

Allah menurunkan agama Islam bukan hanya untuk manusia sebagai pribadi tetapi juga untuk manusia sebagai masyarakat, karena itu Islam bukan hanya membangun keshalihan pribadi melainkan juga membangun keshalihan masyarakat. Keshalihan pribadi berhubungan dengan kedekatan seseorang denganAllah yang diwujudkan dalam ketaatan dalam beribadah (Hablum minallah). Sedang keshalihan masyarakat adalah hubungan harmonis manusia dengan sesame manusia (Hablum minannas), yang ditunjukkan dengan perilaku dan akhlak yang baik. Dua sisi keshalihan ini wajib untuk dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang.

Keshalihan individu datang ketika seseorang mampu memurnikan tauhid kepada Allah. Dan puncak dari ketauhidan adalah IHSAN.
Ihsan berarti berlaku baik,  merasa diawasi oleh Allah dalam setiap gerak-gerik. Muruqubatullah. Seseorang yang ihsan akan melakukan aktivitas semata mencari penilaian Allah, bukan sekedar penilaian makhluk. Allah menyuruh kita untuk berbuat ihsan dalam segala hal.

“Sungguh, Allah wajibkan kamu berlaku IHSAN dalam segala hal.” (H.R Muslim)

“dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah (IHSAN) kepada kedua orang tua, kerabat karib, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S An-Nisa : 36)
Ihsan tercermin dalam perilaku, perbuatan dan perkataan. Dengan prinsip ihsan ini, kita akan memperlakukan sesama manusia sebagaimana mestinya, hablum minannas tercapai dengan baik.
Seperti halnya ihsan yang menjadi kunci keshalihan individu, maka keharmonisan hidup manusia dalam membangun peradabannya memiliki kuncinya tersendiri. 2 pilar untuk menciptakan peradaban IHSAN adalah sikap amanah dan adil.

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu mendapatkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil…” (Q.S An-Nisa : 58)
Amanah berarti terpercaya, bertanggung jawab, sedang adil berarti meletakkan dan memberlakukan sesuatu sesuai dengan tempatnya (dalam koridor Islam).
Dengan sikap amanah dan adil, perlahan, generasi akan menyesuaikan keadaan, menyusun tumbukan batu pondasinya, menuju keshalihan sebuah peradaban. Dan itu hanya bisa dimulai dari diri sendiri, menuju generasi madani, peradaban Rabbani. Aamiin.

Kehancuran setiap bangsa terjadi manakala amanah telah dikhianati dan keadilan telah ditinggalkan.

Inilah pentingnya kita berkelompok, saling mengingatkan tujuan, menyamakan pemahaman, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, dan saling menjaga amanah dan rasa adil agar tetap tumbuh dalam setiap kita.

Wallahualam bishawab.

CMIIW.
Sumber :
Alquran.
Catatan pengajian persistri, oleh Ust. Jeje Zaenudin, 3 Jan 2013.
Catatan liqo.