Tuesday, December 28, 2010

Suti

Kali ini giliran Suti lagi. Tiap kali mereka cakap, ada saja yang ditertawakannya tentang Suti. Suti memang hanya gadis polos dengan wajah biasa-biasa saja. Kulit tubuhnya kuning langsat, dia asli pribumi. Matanya bundar dan bolanya berwarna hitam pekat. Kau lihat bulu matanya? Begitu lentik. Namun hidungnya pesek dan rambutnya panjang tak terurus. Tubuhnya semampai. Lalu apa yang mereka tertawakan?

Suti si gadis polos, tak banyak bicara. Tak banyak pula yang mengenalnya. Sifat pemalunya begitu besar. Aku salut, karena aku tak bisa seperti itu. Aku tak banyak mengenal dirinya.

Pagi yang cerah tampak dia bawa tiap hari saat mulai memasuki kelas. Tak berkata apapun. Suti hanya duduk, lalu sesekali tersenyum bila orang lain memerhatikannya. Keramahtamahan dan kemisteriusan akan dirinya sesekali membuatku ingin bertanya, apa gerangan yang dia pikirkan? Tak pernahkah dia berpikir untuk berkawan dengan banyak orang? Tak pernahkah dia berkeinginan menceritakan perasaan jatuh cintanya pada kawannya sebagaimana yang biasa mereka lakukan bila sedang dilanda cinta? Apa gerangan yang membuatnya menjadi pendengar setia ketimbang pembicara ulung?

Tapi ini lain. Lalu ada angin dari mana tiba-tiba Suti mendekatiku lalu memulai pembicaraan aneh ini? Dia memejamkan matanya, lalu mengatakan, “aku akan menanyakan padanya secara langsung”. Aku sama sekali tidak mengerti.

Dan benar. Mereka kembali menertawakannya. Tampilan luar Suti memang tidak begitu baik. Aku berfikir itulah alasan mengapa Suti ditertawakan. Tapi mereka tidak tahu bahwa dirinya memiliki hati yang lebih jernih dari apapun yang pernah mereka lihat. Kecantikan itu tersembunyi dalam-dalam dan enggan ia keluarkan. Mereka tidak tahu.

Inikah Suti? Berani ia bertanya pada mereka. “ada masalah?” dan mereka dangan senang hati menjawab “ya!”. ”apa?” yang paling besar menjawab “kau tanyakan saja pada kaca di rumahmu!”

“terimakasih” kembali Suti menyunggingkan senyum. “akan kulakukan”

Tak ada rasa marah apalagi bersedih hati. Ia tetap Suti yang biasa. Aku benci cara mereka memandang orang. Aku berdoa untuk seluruh Suti-Suti lain, agar kecantikan hati yang tak terlihat tetap terjaga. Tak peduli mereka bagaimana dan apadaya.