Wednesday, June 27, 2012

EMBARA


Suatu hari, sesampainya di laut, kuda mencari tuannya, dan semut semut hitam besar menertawakan sikap kuda

Di pasak tiang menggantung jubah-jubah tua tak bertuan, pohon-pohon kelapa tak henti melambaikan diri dan pasir-pasir kecoklatan menggigil terhempas ombak yang membuncah ruah senja itu.  si kuda setia menjaga jubah tuannya. Yang ditunggu tak kunjung datang.

Angin malam lantas menggoda, sebab sinar matahari sudah ingin beristirahat. Desir ombak kian jelas, hingga ujung sepatu kudanya terkikis air asin itu, tapi hatinya terasa sudah lebih dahulu membeku.

“tetaplah disini menunggu kedatanganku” adalah sabda si tuan ketika terakhir kali meninggalkan kudanya sendirian. Tuan tahu akan ada badai, dia memberi kesempatan kudanya untuk memilih. Menunggunya atau mempersilakan  berlari mencari naungan.

Dan kesetiaan kini butuh pengujinya. Si kuda dengan harap-harap cemas masih menanti kembalinya si tuan. Ketika alam kian memberi isyarat, hatinya mulai goyah, kini ia payah. Hatinya bergemericik, tenggorokannya kian mencekik. Ia hampir pada putusan untuk berlari.

Namun, ia mengingat apa yang telah dilakukan dan diberikan tuannya selama ini, mengingat bagaimana ia dibesarkan dan dihidupkan, nuraninya tidak bisa bergeming, menolak fakta, apalagi membalikan sejarah. Bahwa rasa berterimakasih akan melekat erat dalam memori seseorang, butuh pengorbanan memang, bagaimana hari-hari si tuan disibukan oleh kebutuhan kudanya, namun ganjaran atas apa yang diberi adalah lebih bertingkat untuk setiap apa yang didapat kembali. Bahkan terkadang, diluar ekspektasi seorang makhluk.

Masa penantian itu berakhir sudah, saat tuannya telah kembali. Perjuangan sang kuda melawan dinginnya malam dan derasnya ombak membuahkan hasil : bahwa sang tuan kini lebih mempercayainya. Setiap kelelahan, akan ada ganjarannya. Dalam bentuk apapun. Bahwa hati nurani yang paling bening sejatinya akan menolak penghianatan. Bahwa keistiqomahan dalam segala masa, butuh sisi pengujinya…


Saturday, June 9, 2012

Mencari Pahlawan Indonesia

Tantangan adalah stimulant yang disediakan oleh Allah untuk merangsang munculnya naluri kepahlawanan dalam diri manusia.

Naluri Kepahlawanan lahir dari rasa kagum yang dalam dari kepahlawanan itu sendiri. Hal ini akan menggoda sang pengagum untuk melihat dirinya sembari bertanya, Apa engkau dapat melakukan hal yang sama? 
Naluri kepahlawanan adalah kekuatan yang mendorong munculnya potensi-potensi tersembunyi dalam diri seseorang, kekuatan yang berada dibalik pertumbuhan ajaib kepribadian seseorang.

Keberanian adalah kekuatan yang tersembunyi dalam kehendak jiwa, yang mendorong seseorang untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun perkataan, demi kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dan dengan menyadari sepenuhnya semua kemungkinan risiko yang akan diterima.
Sebagian dari keberanian itu adalah fitrah yang tertanam dalam diri seseorang dan sebagian lagi biasanya diperoleh melalui latihan.
Nasehat Umar, Ajarkan sastra kepada anak-anakmu , karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani.”
Roh kebenranian itu dapat mematikan semangat perlawanan musuh.

Kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan.
Keberanian adalah aspek ekspansif dari kepahlawanan, akan tetapi kesabaran adalah aspek defensifnya. Kesabaran adalah daya tahan psikologis yang menentukan sejauh apa kita membawa beban idealism kepahlawanan dan sekuat apa kita mampu selamat dalam menghadapi tekanan hidup.
“Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada benturan pertama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Qayyim berkata, “Sampai akhirnya kesabaran itu sendiri yang gagal mengejar kesabarannya.”

‘Amr bin ‘Ash memaknai keterampilan berpolitik seorang pemimpin: “jika seorang pemimpin tahu bagaimana memasuki suatu urusan, maka ia harus tahu juga bagaimana cara keluar dari urusan itu, sesempit apapun jalan keluar yang tersedia.

Strategilah yang menentukan nilai dari sebuah pekerjaan.
Nasehat Abu Bakar untuk tentara yang akan berperang, “Carilah kematian, niscaya kalian akan mendapatkan kehidupan.”

Kata Sayyid Quthb dalam sebait puisi:
Saudaraku, kalau kau teteskan air matamu
Kau basahi pula nisanku dalam sunyi
Nyalakan lilin-lilin dari tulang belulangku
Jalanlah terus ke kemenangan abadi

Imam Syahid Hasan al Banna berkata: “jangan pernah melawan sunatullah pada alam, sebab ia pasti mengalahkanmmu. Tapi, gunakan sebagiannya untuk menundukkan sebagian yang lain, niscaya kamu akan sampai tujuan.”


Harapan, seperti kata Rasulullah saw, adalah rahmat Allah bagi umatku.jika bukan karena harapan, tak kan ada orang yang mau menanam pohon dan tidak ada seorang ibu yang mau menyusui anaknya. Harapan adalah buah dari dari kepercayaan akan rahmat Allah dan juga kepada kemampuan Allah SWT melakukan semua yang Ia kehendaki. 

Krisis adalah takdir semua bangsa. Ia tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu. Tapi pada kelangkaan pahlawan saat krisis itu terjadi. Itu tanda kelangsungan hidup atau kehancuran sebuah bangsa. 




 Anis Matta dalam bukunya Mencari Pahlawan Indonesia (2004). 

Saturday, June 2, 2012

Signe de l'amour


-Di Bawah Naungan Cinta-

Dalam cinta ada tanda-tanda. Orang yang cerdik mampu mengenalinya, dan orang yang cerdas mampu menunjukkannya.

Tanda pertama dalam cinta adalah pandangan mata. Melalui pandangan mata rahasia-rahasia jiwa bisa diungkap, pesan-pesan jiwa beserta kedalaman isinya bisa disingkap.
Selanjutnya, tanda-tanda jatuh cinta bisa dilihat dari sebuah percakapan. Orang-orang yang jatuh cinta akan melayani percakapan orang yang dicintainya. Ia nyaris tak mau melayani pembicaraan orang lain, selain ia yang tercinta.

Tanda-tanda cinta lainnya bisa dilihat dari gerakan tubuh orang-orang yang jatuh cinta. Tanda berikutnya adalah keraguan sekaligus kegembiraan yang tergambar dari wajah kala tiba-tiba bertemu dengan sang pujaan atau ada kegugupan manakala berpapasan. Juga ia mengerjakan segala perbuatan yang biasa dilakukan sang pujaan.

Amboi! Cinta telah mengubah orang yang bakhil menjadi dermawan. Cinta telah mengubah sang pendiam menjadi banyak bicaranya. Cinta telah mengubah sang penakut menjadi sang pemberani luar biasa. Cinta telah mengubah sang buruk perangai menjadi berbudi mulia. Cinta telah mengubah yang tadinya malas berhias menjadi pesolek di depan kaca. Cinta telah mengubah si miskin berlagak kaya. Cinta telah mengubah si tua berlagak muda. Cinta telah mengubah sang pecundang menjadi pemenang. Dan itulah cinta!
Sesungguhnya, cinta merupakan sesuatu yang bersemayam dalam jiwa. Bisa jadi, seseorang jatuh cinta karena suatu “sebab”. Namun cinta jenis ini tidak akan abadi. Orang yang mencintai kita dengan  suatu “sebab”, cintanya akan berpaling seiring menghilangnya “sebab” itu. —semisal, kita mencintai seseorang hanya karena keindahan fisiknya semata, seiring bertambah usianya dan meluntur kecantikkan wajahnya, cinta itu bisa saja hilang.

Adapun cinta yang kekal, yang paling utama adalah cintanya dua orang yang saling mencintai karena Allah semata…


Ibnu Hazm El Andalusy

Friday, June 1, 2012

BAHAGIA ITU SEDERHANA


Selamat siang J

Lapor, Jenderal. Hari ini aku mau berbagi kisah lagi denganmu.

Jadi begini, kalimat “bahagia itu sederhana” kini ramai mengisi hari-hariku. Awalnya aku tidak paham makna dahsyat dibalik kalimat yang tersusun dari tiga kata itu. Sampai pada waktu ketika aku harus membantu seorang teman mengatasi masalahnya, memberinya solusi, dan menawarkan pundak untuknya berbagi. Aku tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa yang menguasai diri pada saat-saat seperti itu, tapi kalimat sederhana itu mampu, Jenderal. Dengarlah, rendahkan hatimu..… bahagia itu sederhana. Demikian bunyinya. Apa kamu suka? J

Laporanku sebelumnya tentang ketidakbersyukuran akan apa yang aku punya, nyata bisa diperbaiki karenanya.  Jadi, ternyata saat hujan tak mampu menyiramnya, gerimispun memadai aku korelasikan dengan bahagia itu sederhana, meskipun terdengar sedikit aneh. Tapi tak apalah.

Kita bisa mencari bahagia tidak hanya di ibu kota Kerajaan Mimpi dan Cita-Cita. Kita bisa menemuinya disudut bahkan di pelosok desa terpencil sekalipun. Semisal bahagianya ketika aku berhasil menemukan gunting kukuku lalu memotong pendek kuku jariku yang sebelumnya panjang dan kotor, ketika aku bisa mendapati salah satu jerawatku mengundurkan diri dari jabatannya di kancah mukaku, ketika mendapati kamar yang habis dibombardir bom buku dan makanan kini bersih mengkilat, ketika bisa menikmati buah semangka dingin tanpa biji malam tadi, ketika bisa bersama dengan orang tua dan melalui malam bercerita dengannya, atau ketika menyadari bahwa Allah masih menginginkanku ada dalam kebaikan… itu, membuatku gembira. Dan mereka adalah hal-hal kecil yang kadang kita lupakan.

Aku terlalu berfokus pada kebahagian “besar”, semisal cita-cita yang dibuat teoritis di atas kertas yang ditempelkan di kaca kamarku tercapai, barulah aku merasa bahagia itu ada. Ternyata, hal itu hanya akan membuat jatah umurku di dunia diisi oleh kebahagiaan sebanyak cita-cita yang tergapai saja. Lalu, setiap detiknya hambar terlalui.

Ah jenderal, aku mengerti bahwa hal besar lahir dari hal-hal kecil. Kebahagian-kebahagian yang sederhana itu membawaku untuk menikmati bahagianya bersyukur, lalu semuanya terbungkus manis dan indah selayaknya paket lebaran dari para menteri kepada presiden untuk menarik hatinya. Semuanya terbungkus rapi oleh bungkusan kebahagian tertinggi, yaitu kebahagiaan akan melekatnya iman dan islam dalam setiap nafas kita…

 Begitu kan, Jenderal?