Wednesday, September 7, 2016

Türkiye'ye Hoşgeldiniz!

Bandara Soekarno Hatta - Kuala Lumpur International Airport
Mencari tiket perjalanan murah memang harus ditempuh mati-matian. Termasuk transit di Malaysia selama 7 jam. Kami sampai di Malaysia pukul 18.30 waktu setempat, dan penerbangan selanjutnya pukul 2 dini hari. Jangan khawatir, karena bandara KLIA2 menyediakan banyak sekali tempat cuci mata, semacam bandara yang dijadikan mall – atau mall yang dijadikan bandara. Selama menunggu, kami memutuskan untuk makan di tempat makan yang ada fasilitas  wi-fi nya. Pilihan jatuh di Chef Chow Cafe, karena sepi. Kami beli Penang Curry Laksa. Kami menghabiskan waktu sampai jam 10 malam di Chef Chow, ngapain? Tentu saja menemani Pak Suami mengerjakan kerjaan kantornya -,- ini liburan atau pindah lapak kerja?

Selanjutnya kami naik kereta cepat ke KLIA1 seharga RM2. Sampai di KLIA1 kami menunggu keberangkatan menuju Doha pukul 2 malam.

Hamad International Airport, Doha.
that famous giant doll.
 Kami hanya transit sekitar 2 jam di Bandara ini, sedikit foto-foto lalu langsung persiapan ganti pesawat menuju Istanbul, Turki.

Türkiye'ye hoşgeldiniz!
-selamat datang di Turki-
8 Mei 2015, Attaturk International Airport, Istanbul.

Kami sampai di Istanbul sekitar jam 1 siang. Sesampainya disana beberapa orang yang belum mengurus visa dapat membuatnya di Visa on Arrival Bandara. Berhubung kami sudah membuat E-Visa, jadi kami tidak perlu mengantri lagi. Kami langsung menuju loket penjualan Istanbulkart.
Istanbulkart-Token/Jeton.
tempat jual Istanbulkart di Bandara


Mayoritas kota-kota besar di Turki memiliki kartu transportasi masing-masing yang hanya berlaku di kota tersebut. Berhubung saya cukup lama di Istanbul, saya membeli Istanbulkart karena bayar ongkos transport dengan Istanbulkart akan mendapatkan potongan atau lebih murah dibanding dengan token (tentu saja, public transportation disana tidak menerima pembayaran dengan uang tunai, kecuali taksi dan dolmus/minibus).  Kita bisa mengisi ulang Istanbulkart di tempat pemberhentian Trem/Metro  Istanbul, atau membeli Token secara langsung jika tidak punya Istanbulkart. Satu kali perjalanan dengan Trem biasanya dikenai biaya 2,25TL dengan Istanbulkart dan 4TL dengan Token. Saya membeli dua buah Istanbulkart seharga masing-masing 20TL dengan isi saldo 12TL.

Pesan : beli saja satu buah Istanbulkart, karena bisa dipakai berdua haha. Lumayan harga kartunya 8TL. (1TL=IDR5.000)

Selain mengurus Istanbulkart, kami juga mengurus masalah roaming internasional. Kalau saya sih gak masalah, tinggal nebeng wifi hotel, semua beres. Tapi buat pak suami, setiap panggilan masuk akan menjadi penting dan internet hape harus on terus. Di bandara ada yang menyewakan hape android disertai simcard istanbul dengan paket internetnya, karena mengurus nomer telepon turki tidak semudah membeli kartu sekali pakai di Indonesia. Kita harus terdaftar secara resmi di kepolisian Turki untuk bisa menggunakan nomer Turki, dan itupun dikenai biaya yang mahal, 100TL. Mantaps.

Harga sewa hape android disertai paket internet untuk 7 hari itu sekitar 80TL. Setelah dipikir-pikir, pak suami memutuskan untuk mengaktifkan roaming internasional dan paket internet internasional dari Telkomsel seharga IDR450.000 untuk 9 hari. Saya? Cukup nebeng personal hotspotnya sajah.


tempat sewa hape

Perjalanan dari Bandara ke Pusat Kota Istanbul

Transportasi dari Bandara cukup mudah. Dari terminal B, cukup naik Metro (HM1) tujuan Zeytinburu Station. Berhenti di Zeytinburu, keluar station, di depannya ada pemberhentian Trem. lanjut naik Trem (TR1) turun di Sultanahmet Trem Station.

Metro itu semacam bus, Trem itu semacam bus yang ada relnya (?) sampailah kita di Sultanahmet.
Kami langsung mencari penginapan yang sudah kami booking, dari keterangannya sih dekat dengan Blue Mosque. Kami tanya sorang pemuda Turki mungkin seumuran kang Ryan tentang arah Kucuk Ayasofya Caddesi (Kucuk=kecil, Caddesi = Jalan), dan saya sedang berdiri di depan bangunan Hagia Sophia (Ayasofya). Si pemuda terlihat tahu jalan itu, tapi dia tidak bisa berbahasa inggris. Maskipun hanya “turn right, turn left” dia tidak bisa. Akhirnya setalah puter sana puter sini, kami bertanya pada penjual makanan di cafe pinggir jalan. Dia menjelaskan dengan baik.

Pesan : tanyalah arah atau alamat pada orang yang sering berinteraksi dengan turis. Turki adalah salah satu negara yang tidak pernah dijajah oleh Inggris, oleh sebab itu hanya sedikit orang Turki yang mampu berbahasa Inggris, sekalipun mahasiswa biasanya mereka kesulitan berbahasa. Tapi Turki adalah negara turistik, orang yang mencari nafkah melalui turis seringkali lancar berbahasa Inggris. Tanyalah pada penjaga toko, rumah makan, penjual cendera mata di area yang dipadati turis. Jangan bertanya pada polisi, atau kalian akan berhadapan dengan drama pantomim.
Sampailah kami di Antique Hotel. Kami disambut oleh Mustafa, sang pemilik. Sudah pasti, Mustafa lancar berbahasa Inggris. Penginapan ini kecil, namun nyaman. Diantara semua penginapan yang kami pesan selama di Turki, Antique Hotel ini yang paling nyaman, dan tentu saja Mustafa dan istrinya ramah sekali. Istrinya tidak bisa berbahasa Inggris, dia hanya senyum-senyum dan meminta Mustafa menerjemahkan ucapannya. Dia bertanya tentang cara saya memakai jilbab, karena saya memakai “inner ninja” khas Indonesia, dan saya menjelaskannya.

kami dan pemilik penginapan




Setelah mandi dan rehat sejenak, kami berjalan-jalan sore di sekitar Masjid Sultanahmet (Blue Mosque) yang dipenuhi pengunjung, Basilica Cistern, dan Hippodrome.



Malam di Istanbul cantik sekali. Besok paginya kami harus bersiap pagi hari sekali, karena keindahan Masjid Sultanahmet sulit diabadikan waktu siang atau sore hari, manusia banjir disana. 

-bersambung-