Sunday, October 15, 2017

you dont have to eat less, you just have to eat right.

Akhir-akhir ini saya mulai gampang terserang jenuh. Aktifitas mulai berkurang karena beberapa requirement klinik alhamdulillah sudah rampung, tapi jangan pernah bilang 'tinggal', biasanya yang terlihat printilan justru adalah bagian tersulit dan  malah jauh lebih susah diselesaikan.

Seringkali, sendirian di rumah itu menyiksa. Seharian di rumah tanpa aktifitas yang jelas. Mulailah saya digrogoti derita keinginan yang sangat kuat untuk mulai memiliki anak. Akhirnya, keinginan kuat itu baru muncul di tahun kedua pernikahan. Telat ya? Biarin aja. yang penting mohon doa :)

Karena masih sendiri dan punya cukup banyak waktu untuk diisi, saya memutuskan untuk lebih sering menulis. Marilah kita buka tabir dan topeng saya selama ini, yang biasanya kalau mau menulis harus dipikir keras-keras dulu apakah tulisannya akan bagus, apakah akan ada yang baca, apakah akan menaikan image saya yang lucu polos dan berbakat ini... *plak! padahal nyatanya saya menyebalkan penuh dusta dan tanpa bakat :(

Sebulan terakhir ini saya mulai membongkar isi dapur, melihat betapa jijik dan berantakannya kulkas. Ada yang salah dengan diri saya (dan pak bos) karena timbangan beberapa bulan kebelakang selalu bersikap kurang sopan. Iya, berat bedan saya statis cenderung naik di angka 57-58 kg. Saya gampang lelah, buang air besar tidak teratur dan tinja berwarna cenderung gelap. Apalagi pak suami. Pulang weekend ke rumah energinya semacam habis karena kelelahan, berat badannya naik di angka 74-75kg dan beberapa celana kantornya sudah tidak muat lagi. Padahal kami lumayan suka olahraga meskipun waktunya cuma seiprit dalam seminggu.

Seperti biasanya, dalam satu bulan kami akan mengunjungi toko buku. Saat itu saya membeli satu buah novel dan satu buah buku tentang pola makan. Bukunya ibu Inge Tumiwa, judulya Eating Clean. maka mulailah saya membaca buku itu.

Awalnya saya pikir isi bukunya lebih seperti isi buku kesehatan / diet pada umumnya yang membosankan dan tidak banyak mengubah pola pikir kita. Misalnya buku-buku "sehat dengan madu, hidup bugar dengan alpukat, a-z khasiat kurma, hidup sehat dengan jus" dll dsb dkk yang sebenarnya bisa kita baca di internet. Buku Ibu Inge menceritakan pengalaman hidup dia dan keluarganya tentang pola makan. Dan mulai dari situ, pola pikir saya terbentuk. Kenapa saya cukup sering olahraga tapi berat badan masih begitu begitu saja? Kenapa buang air besar kami sering terganggu, dan.... kenapa saya sering berjerawat...

(Saya asumsikan) jawabannya adalah apa yang saya makan....

Saya adalah pecinta cemilan dan gorengan. Kamu bisa tanyakan pada ibu saya, manusia macam apa saya ini sampai sebegitu maniak nya dengan dua makanan itu. Alhamdulillahnya saya suka sayur, waktu kecil saya tidak bisa makan nasi kalau tanpa sayur. Rasanya kering dan susah ditelan. Saya makan sayur jenis apa saja. Itu mungkin salah satu alasan kenapa dulu muka saya kinclong ya :( Semenjak menikah, tidak ada lagi campur tangan mama dalam hal menyiapkan sayur untuk saya *hiks. Dan saya tidak bisa sangat malas masak. Saya berpikir untuk menyiapkan bahan-bahan memasak, kemudian proses masak, belum lagi cuci piring dan alat-alat lain setelahnya... butuh waktu yang lama. Padahal saya cuma sendiri di rumah, kalaupun weekend, cuma berdua --dan waktu dan tenaga yang terbuang -- kami pikir lebih baik cari makan di luar.

Pertanyaannya, apa yang kali beli saat makan di luar? Banyak pilihannya. Apa ada yang sehat? Gak yakin :( Silakan lihat sekeliling tempat makan, fast food dan gorengan dimana-mana.

Tidak heran, berat badan saya naik hampir 8 kg setelah menikah dan tidak tinggal lagi dengan ibu saya.

FYI, saya juga termasuk yang sering ikut-ikutan diet ini itu.. diet mayo, diet GM dll, berat badan turun sih, tapi tersiksa :( terus dengan cepat naik lagi. Saya mulai terpengaruh dan mengikuti saran Ibu Inge dalam bukunya. Gak perlu diet macem-macem, tapi dalam 3 minggu berat badan saya turun 4 kg dan sampai sekarang statis cenderung turun. yeaah!

Saya juga baca buku-buku pola makan lain yang mendukung buku sebelumnya. Kalau boleh saya rangkum, intinya kita punya 3 kewajiban dasar yang harus kita tunaikan untuk tubuh kita : Air, Nutrisi, dan Gerak.

Air. Saya ga berniat untuk bahas air, karena bisa dicari di internet. Yang penting saya minum cukup air, sekitar 2-2.5 L dalam sehari. Dulu saya sering kurang minum air, makanya kulit di tangan dan kaki saya kering parah. Warna air kencing juga kuning pekat, mendekati oranye. Saya jadikan kuantitas dan warna air kencing sebagai patokan apakah saya sudah cukup minum air. Saya lega jika warna air kencing saya mulai berubah menjadi kuning pudar, cenderung bening.

Nutrisi.
Saya akan coba rangkum apa yang sudah saya baca (baru dikit sih haha)
"you are what you eat" Bayangkan kita adalah makhluk berjalan yang bahan bakarnya adalah apa yang kita makan. Manusia adalah makhluk alami yang seharusnya diisi oleh 'bahan bakar' alami. Kita butuh makan yang sebenarnya (real food) bukan sekedar sesuatu yang diolah sedemikian rupa sehingga mirip seperti makanan manusia (fake food/processed food).

Kita mulai dari kebutuhan manusia akan 5 dasar kelompok gizi yang dibutuhkan : Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral. Karena saya bukan ahli nutrisi atau ahli gizi, saya sama sekali tidak berminat untuk membahas apa itu mereka da bagaimana mereka bekerja bersama-sama dalam metabolisme tubuh kita. (Tapi saya akan sangat senang jika kita mau berdiskusi tatap muka langsung tentang hal ini, saya sangat suka ilmu tentang sistem kerja tubuh :D )

Apa yang saya ubah dari pola makan saya dan suami? Hampir semuanya saya ubah haha.

Tapi pada intinya, saya mengubah menu yang selalu saya makan selama ini -terlepas sebelumnya saya hindari sekuat hati nurani gorengan dan cemilan, meskipun kadang saya kebablasan juga- Pertama, saya mengganti nasi putih dengan nasi merah atau coklat. Sumpah, 24 tahun saya hidup, saya baru tau kalau warna nasi yang berbeda pun memiliki kandungan yang berbeda. Dulu sempat belajar biologi tentang karbohidrat, tapi gak sampai hati untuk mengetahui adanya kenyataan tidak semua karbohidrat itu baik untuk dikonsumsi. Jadi, sebisa mungkin kita kosumsi karbohidrat kompleks dan menghindari karbohidrat sederhana. Karena penasaran apa bedanya mereka berdua (terutama terhadap tubuh), saya sampai tonton youtube tentang biomolekul :( Saya menghindari segala jenis tepung proses dan makanan yang terbuat dari tepung. Termasuk roti putih. Nasi putih dan tepung olahan termasuk dalam karbohidrat sederhana. InsyaAllah lebih lengkapnya tentang karbohidrat bakal di tulis kapa-kapan (saya belajar dulu, takut salah. hahaha)


Kedua, saya menambah porsi sayur yang saya konsumsi. Ternyata, keputusan untuk masak di rumah is such a big deal! buang jauh-jauh kalau masak itu capek dan lama. Setelah follow healthy selebgram, dan subscribe healthy vlogger, saya jadi tahu beberapa trik supaya masak dengan cepat, masak dengan benar, dan mengurus kulkas supaya jadi pusat penyimpanan terbaik. InsyaAllah (lagi) bahasan tentang ini akan di tulis kapan-kapan, hehe.

ketiga keempat kelima dst akan saya tulis di postingan selajutnya :D

Intronya sekian dulu. Maksud hati supaya bikin penasaran dan akhirnya mampir lagi ke laman ini. susuai sama quotes " when you change your eating habits to healthy, at first people will ask you WHY you are doing it. Later, they will ask you HOW you did it" Walaupun kenyataannya mungkin saja bahasan ini tidak menarik, ga apa-apa lah, saya nikmati aja sendiri.

Selalu ingat bahwa...

healthy eating is not a trend, it is just a way of life. It is not a short term diet, it is a long term lifestyle.

... dan

we can't control everything in our life, but we can control what we put into our body.

Wednesday, August 23, 2017

Pak dan Bu Dayawiah.

Betapa lemahnya manusia. Kalau diuji dia mengeluh, diberi nikmat dia lupa diri. Mungkin salah satu alasan mengapa Allah membuat skenario hidup manusia naik-turun : untuk menjelaskan apa fungsi syukur. Kadang-kadang, ada kebahagiaan yang lebih mewah yang bisa dirasakan melebihi kebahagiaan mendapatkan nikmat (karena seringnya kita lupa bahagia saat diberi nikmat) : yaitu kebahagiaan saat bangkit setelah terseok-seok. Kebahagiaan ketika jatuh setelah lama "hidup datar-datar ajah" itu sangatlah melegakan. Kita perlu ditampar dulu untuk tahu rasanya sakit di pipi (?) Kita perlu jatuh dulu supaya tau pentingnya meminta, merasa seakan-akan berdoa adalah satu-satunya pilihan yang kita punya. Kita merasakan sendiri proses berakit-rakit ke hulu. Dan ketika badai sudah usai, kemudian Allah memberikan sebuah nikmat yang kita pikir itu adalah hasil dari doa-doa selama fase jatuh, bahagia yang tidak terdefinisi tercipta. Kita bahagia merasa sudah melewati ujian hidup, saking bahagianya masuk keluar wc pun selalu membaca doa, padahal kalau sedang "hidup datar-datar ajah" seringnya lupa. ngaku!

Sialnya kita, tumbuh di Indonesia, belajar dari budaya turun temurun tentang arti syukur yang seringkali simpang siur dan tumpang tindih dengan pertunjukan riya. Sejak kapan istilah bersyukur pada Allah atas nikmat terbeli rumah baru, dilamar anak orang, diberi anak, anak sunatan, dan dipanggil naik haji identik dengan gelaran "syukuran" menjamu orang-orang dengan makanan, dekorasi, tenda dan foto-foto. Jawabannya : sejak menjadi budaya. Kita diajari budaya bahwa hal-hal yang dirasa perlu disyukuri haruslah membuat acara lengkap bertema "syukuran" dengan urutan MC pembukaan-pembacaan ayat alquran-tausyiah-lalu makan makan. Budaya mendefinisikan bahwa bentuk syukur kita atas nikmat yang Allah beri adalah dengan berlomba-lomba menjamu tamu dengan jamuan semaksimal yang kita bisa, dengan tampilan baju terbaik dan riasan wajah tercetar. Hanyalah Allah yang MahaTahu atas niatan hati setiap hambaNya. Berdoalah semoga kita selalu terhindar dari paket lengkap riya, sum'ah, ujub dan takabur.  Belum selesai sampai situ, canggihnya lagi, semakin hari berganti semakin banyak kita mendengar istilah-istilah acara yang diberi embel-embel islami, yang paling sering dan saking seringnya mereka ulangi setiap tahun, "syukuran milad" -yang entah darimana istilah itu lahir. Jaman saya kecil istilahnya masih "pesta ulang tahun" tapi karena katanya pesta ulang tahun itu adalah perbuatan tasyabbuh, maka orang-orang menggantinya dengan istilah "syukuran milad" yang tinggal ditambahkan pembacaan ayat alquran dan tausyiah di rangkaian acaranya. Apalah bedanya, manusia memang pintar dan ada-ada saja -,-. Jangan-jangan beli motor baru ajah perlu acara syukuran. Jangan salah, masih banyak orang-orang yang beranggapan bahwa jika mendapat nikmat, dengan menggelar acara syukuran maka kewajiban untuk bersyukurnya telah terpenuhi.

Waktu terjadi fathu Mekkah, umat muslim sangat sangat sangat bahagia. Kebahagiaan mencuat, membuncah di hati rasul. Hari itu kaum muslim berhasil menaklukkan Mekah dari tangan Quraisy yang sudah berabad-abad mengakar dan beranak pinak. Kemenangan atas Mekkah  membuat Rasulullah menjadi sedikit berubah. Rasul tidak menggelar acara "syukuran Fathu Mekkah" (dan tidak pernah mengelar "syukuran" jenis lainnya) meskipun kenikmatan yang Allah beri pada hari itu luar biasa besar. Rasulullah justru berubah, dan membuat Aisyah kebingungan. Di akhir-akhir usianya setelah fathu Mekkah, Rasulullah justru semakin memperlama waktu sholat malamnya. Aisyah bingung mengapa sholat rasul menjadi lebih lama dibandingkan sholat-sholatnya sebelum fathu Mekkah, saking lama nya rasul duduk dahulu saat kakinya tidak kuat berdiri lalu kembali berdiri sambil terus melanjutkan sholatnya. Kata Rasul menjawab kebingungan Aisyah, apakah tidak boleh seseorang bersyukur padahal ia telah diberi kemenangan atas sebuah kota?

Definisi bersyukur bukan berarti wajib menggelar acara. Bersyukur berarti meningkatkan kualitas ibadah. Kita tidak bisa semena-mena mengatakan kita sudah bersyukur atas nikmat yang Allah beri dengan menggelar acara syukuran milad, pernikahan, kelahiran anak, naik haji, dll dsb dst. Semuanya hanyalah budaya, bentuk pemberitahuan bahwa : 'woy saya lagi ulang tahun nih"atau "alhamdulillah ya akhirnya saya dipinang anak orang" atau "Akhirnya daftar tunggu haji terlewati juga, saya berangkat haji nih bu ibu pak bapak". Bukan berarti menggelar acara-sejenis-yang-tersebut-diatas tidak boleh, sah sah saja, silakan menjamu tamu, memfasilitasi kerabat dengan kajian dan tausyiah, namun esensi syukurnya bukanlah terletak pada cara kita ber"sedekah makanan" dengan menggelar acara. Bentuk syukur yang diajarkan rasul (yang padahal sudah dijamin diampuni dosanya dan pasti masuk surga (kemudian saya baper..) adalah dengan meningkatkan kualitas ibadah. Sholatnya diperbaiki, sunnahnya dipersering, sedekahnya diperbanyak, silaturahimnya diperkencang. Itulah bersyukur. Bukan semerta-merta (atau semata-mata *mana yang bener?) dengan berbondong-bondong menggelar acara yang bersifat Budayawiah. Sekali lagi, hanyalah tradisi dan Bu-dayawiah, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan kesalahan penulisan gelar (?)

Ini semata-mata hanyalah tulisan menggurui yang kalau dibaca sambil emosi pasti tidak akan jadi kebaikan apa-apa. Saya tulis, bukan bermaksud saya mau pamer kalau saya orangnya keren sholehah nan ahli syukur gitu *lah*, tapi justru saya ini orangnya cupu, sering khilaf dan terlena dengan "hidup yang datar-datar ajah" semoga jadi bahan pendongkrak bagi saya untuk tahu diri jika diberi nikmat berlebih.

Friday, June 9, 2017

Ikan Salmon

Yang paling sulit adalah memulai. Dan yang paling berat adalah mengakhiri. Sulit, karena kita takut untuk memulai, dan berat karena kita menyesal telah mengakhiri. Jadi sebenarnya manusia tidak pernah benar-benar siap. Kata siapa? kata saya.

Sulit untuk memulai, seperti yang biasanya terjadi. Yang sesungguhnya sudah terjadi sejak saya mulai bisa berpikir logis dan independen. Tidak lagi memutuskan sesuatu berdasarkan instruksi orang yang lebih tua. Karena ada masa dimana kita menjadi dewasa dan keputusan pilihan adalah sepenuhnya menjadi milik kita. Seperti keputusan : apakah kita siap.

Kita tidak pernah benar-benar siap (sekali lagi, itu kata saya. Iya sih, saya sotoy). Kita cenderung berpikiran positif seolah-olah kita siap, meskipun sebenarnya ada bisikan syaithaniradzim mengatakan kita tidak bisa siap. Siap untuk apa? ya untuk apa saja. Siap mengambil keputusan, siap menghadapi cobaan, siap menerima tantangan.

Seperti keribetan dalam menghadapi sesuatu, panik selalu menjadi nama tengah saya. Termasuk keribetan menghadapi ujian-ujian yang sifatnya sebenernya yaudah-sih-tinggal-belajar. Saya sih orangnya gak PeDe-an, suka jadi malu-malu gimana gitu kalau ditanya ujian lisan cuma bisa nyengir-nyengir; otak kering, tatapan kosong, kemudian membatu. Baru-baru ini, saya menghadapi ujian lisan dadakan. Dan materi ujian nya seperti telur ikan di musim kawin ikan(?) Banyak banget. Saya sampai panas dingin karena dua hari sebelumnya ternyata jadwal ujian dimajukan dan itu bentrok dengan ujian bagian lain. Kesimpulannya, saya akan menghadapi dua ujian bagian (ujian persiapan, selama 6 tahun sekolah saya belajar apa aja) dengan waktu 2 hari persiapan. Mau pingsan aja. Tapi ya begitulah kehidupan. Harus ada usaha-perjuangan-pengorbanan. Itulah yang membuat seseorang berkilau, kan? (?) Ibarat ikan salmon yang harus menetas di sungai kemudian berjuang hijrah ke lautan, dan harus berkorban melawan arus kembali ke sungai untuk bertelur. Tapi itu yang membuat ikan salmon menjadi makhluk eksklusif sekalipun bagi seorang masterchef *itu kata Gordon Ramsey.

dan kenapa saya jadi bahas ikan.

Apakah saya siap? *senyum tipis* tentu saja tidak. Apa yang saya lakukan? Membuat alasan supaya ujian yang satunya dimundurkan jadwalnya. Apakah berhasil? Ya. Apakah saya puas dan tenang? Tidak. Meskipun jadwal ujian sudah dimundurkan, dan konsekuensi untuk belajar lagi dan lagi sudah saya jalani, saya tidak pernah siap (karena saya dapat dosen penguji yang otaknya seperti perpustakaan). Bahkan saat hari H ujian, saya tidak benar-benar siap.

Mengapa saya tidak pernah siap? Karena ilmu yang ada di dunia ini begitu luas dan manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Semakin belajar, semakin merasa kita belum belajar. i know that i am intelligent because i know that i know nothing, kata Socrates. saya berpikiran macam-macam tentang soal yang akan diberikan, karena toh dosen penguji dapat bertanya apa saja yang relevan dengan ilmu yang dipelajari. Jadi saya belajar lagi-lagi-lagi, gitu aja terus sampai Hachi ketemu Mamanya.. . Tapi saya tidak kunjung siap. Kenapa?

Karena saya tidak banyak melibatkan Allah dalam kesiapan ini. Saya tidak akan pernah siap, karena ilmu saya hanyalah seperti bubuk royco yang jatuh di padang pasir kalau dibandingkan ilmu dan pengalaman hidup dosen penguji. Ilmu itu sangat luas. Yang perlu saya lakukan adalah meminta Allah untuk membuat hati saya siap. Kita hanya mampu berusaha ihktiar maksimal, selebihnya kita wajib tawakal. Kita baru benar-benar siap, saat Allah memampukan kita untuk siap. Dan ini berlaku untuk segala hal. Keputusan besar: menikah, memilih tempat tinggal, memilih pendidikan, menerima amanah... kita baru benar-benar siap, kalau Allah mencukupkan. If you wait until you're ready, you'll be waiting the rest of your life.

Rasulullah pun tidak benar-benar siap ketika secara tiba-tiba harus menerima wahyu dan menjadi seorang rasul. Beliau sampai menggigil pulang ke rumah. Tapi kemudian, bukankah Allah lah yang mencukupkan dan menjadikannya siap?

Qodarullah. Manusia hanyalah makhluk teramat kerdil, tapi kebanyakan dari kita justru sombong. ckck.


Monday, January 30, 2017

Oklusi

Malam berganti pagi, matahari kembali bekerja. Seluruh pergerakan alam beserta isinya terasa sangat teratur, mengikuti pola pengulangan. Mereka memiliki periodisitas sendiri, sifat perulangan yang tetap. Tapi dalam keteraturan itu, ada hal kecil, rumit, kompleks, dalam sebuah sistem yang selalu berubah setiap waktu: cuaca, rintik hujan, gerak awan. Fenomena chaos, ketidakteraturan. Seringkali kita melihat chaos sebagai sebuah keteraturan pula, "keteraturan yang tidak memiliki periodisitas", itulah alasan mengapa sains selalu meyakini bahwa alam beroperasi menurut keteraturan (meskipun ada ketidakteraturan di dalamnya).

Untuk dapat meyakini sebuah keteraturan dalam penciptaan yang kompleks (dan semuanya memiliki tujuan) yang membuat kita berdecak kagum dan jatuh cinta, paling mudah adalah melalui alam semesta tempat kita hidup dan -tentu saja- diri kita sendiri. Di tahun 1920an, Karl Lashley meneliti tentang bagaimana otak tikus yang tidak peduli diambil bagian mananya, tidak dapat menghilangkan ingatan untuk melakukan tugas-tugas rumit yang pernah dipelajari tikus itu sebelum operasi. Ilmuan lain meyakini bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron, melainkan di dalam pola impuls saraf yang merambah seluruh otak. Kemampuan mengagumkan manusia untuk mengambil informasi yang diperlukan dari gudang ingatan sangat besar, membuat manusia tidak perlu bersusah payah dan berlama-lama melakukan sorting mencari suatu file alfabetis raksasa dalam otak untuk sampai pada suatu jawaban.

*tarik nafas dulu...berat bahasanya.

Inilah yang membuat semakin kita mempelajari alam semesta melalui sains, semakin kita elus dada -karena ada pengaturan yang begitu luar biasa. Semakin kita mempelajari tubuh kita, bagaimana mereka bekerja secara involunter, mekanisme keteraturan yang rumit dan kompleks, semakin kita tahu ilmu kita belum ada apa-apanya. Dan sekali ada hal yang mengganggu keteraturan tersebut melebihi batas yang dapat diterima tubuh, bencana datang.

Ada satu konsep keteraturan tubuh yang dikuasai oleh para dokter gigi melebihi seluruh tenaga kesehatan lainnya. "Oklusi" hubungan gig gigi rahang atas dan rahang bawah yang tersusun secara pas, fit, presisi, sedemikian rupa, membuat gigi-gigi tersebut dan sistem pendukungnya dapat menjalankan fungsinya dengan sangat tepat.



Karena etiologi apapun, kecelakaan lalu lintas (yang persentase nya mengerikan) mengakibatkan deformitas atau kerusakan pada area wajah, faktor usia, prilaku, genetik, dll membuat sistem pendukung gigi tidak mampu lagi menopang gigi. Prognosis mempertahankan gigi menjadi hopeless sehingga pencabutan gigi tersebut adalah jalan keluar terakhir yang dapat dilakukan, gigi-gigi "berpindah tempat" atau goyang karena tidak ada yang menyangga, atau patahnya tulang rahang, dapat menyebabkan kontak gigi hancur berantakan. Oklusi, satu-satunya kunci pengembalian fungsi.

Di suatu ketika, saya memiliki kesempatan untuk melihat kasus-kasus luar biasa di RSHS selama putaran Bedah Mulut. Berbagai macam jenis pasien mulai dari cabut gigi sampai tumor ganas rongga mulut berlimpah ruah disana. Jika ada  pasien yang datang dengan keluhan "hancurnya" daerah wajah, salah seorang residen (dokter yang belajar ambil spesialis) berkata pada saya, bahwa dokter gigi bedah mulut harus lebih mahir dari dokter bedah plastik, karena hanya dokter gigi yang mengetahui konsep oklusi dengan lebih baik. Lalu saya berpikir, sehebat apa oklusi sampai mempengaruhi kehidupan seseorang?

Secara teori, sebuah tambalan pada gigi yang berlebihan sedikit apapun (misalnya terlalu "menggunung") akan berakibat panjang lebar. Ketika makan, akan terasa seperti ada yang mengganjal, yang jika dibiarkan bertahun-tahun akan menyebabkan sakit saat membuka mulut, dan bukaan mulut jadi lebih kecil.

Ternyata teori diatas bukanlah sekedar teori. Ia nyata. Dan hal itu terjadi pada ayah saya sendiri.

Ayah saya, 57 tahun, menderita (suspek) periodontitis agresif, dimana gigi-giginya perlahan mengalami goyang dan akan copot dengan sendirinya. Banyak sekali (orang Indonesia khususnya) yang mengalami periodontitis-radang pada jaringan pendukung gigi- (kronis, meskipun bukan agresif) sehingga tujuan WHO, pada usia 60 masih tersisa 20 gigi sulit tercapai. Akhirnya rencana perawatan pada ayah saya adalah dilakukan splinting, untuk memfiksasi gigi-gigi yang goyang tersebut, menggunakan kawat dan komposit. meskipun dilakukan oleh residen, hasilnya? Sulit luar biasa mengembalikan konsep oklusi pada rahang yang telah kehilangan cukup banyak gigi ditambah gigi yang tersisa mengalami kegoyangan. Belum lagi, tambalan komposit untuk memfiksasi gigi yang goyang tersebut mengganjal karena hilangnya kunci oklusi, sehingga oklusinya berubah-ubah. Ini menyebabkan ayah saya sampai tidak bisa makan karena gigi-giginya tidak berkontak dengan benar.

Adalagi, seorang pasien wanita usia 30-an tahun sudah mengalami operasi di daerah mulutnya karena penyakit ameloblastoma (sejenis tumor di daerah mulut) sehingga sebagian rahang bawahnya -berserta gigi-giginya- harus dibuang, hemimandibulektomi. Sebelum operasi, kontak oklusi gigi-gigi difiksasi intermaksila (di"ikat" rahang atas dan rahang bawah) sehingga setelah operasi hemimandibulektomi -pengangkatan sebagian rahang itu, oklusi dari gigi yang masih tersisa bisa dipertahankan. Tetap, fokus utama penyembuhan seradikal apapun perawatannya adalah pengembalian fungsi oklusi. Sayangnya, pasien tidak kooperatif. Jika keadaan mulut sedang difiksasi intermaksila, otomatis akses untuk makan akan menjadi sulit, pasien menolak untuk dilakukan traksi intermaksila dengan karet sejak hari pertama pasca operasi, kerena pasien bertubuh gemuk dan ingin makan tanpa halangan karet (sad banget, dia pikir habis operasi langsung sembuh apa -,-)
Oklusi yang awalnya sudah difiksasi menjadi berantakan kembali. Dokter tidak bisa melakukan banyak hal setelah melakukan penjelasan pada pasien karena ini murni penolakan dari pasien. Dokter sudah marahi pasien, tapi hasilnya nihil. Dengan keterbatasan gerak rahang setelah pengangkatan sebagian rahang, sisa-sisa makanan menumpuk di bekas penjahitan, mengakibatkan luka dehisen dan prognosis dari hasil operasi jadi menyedihkan. Pasien datang kontrol dengan kodisi rahangnya jadi miring sebelah, karena dia tidak bisa memposisikan gigi-giginya pada tempatnya. Dia bilang dia sudah hati-hati saat makan, menggunakan sedotan dan hanya mengonsumsi makanan cair. Tapi faktanya, luka nya jadi infeksi kembali dan timbunan susu jadi masuk ke bekas luka. Inilah akibat pasien tidak patuh pada dokter.

Sedemikian berpengaruhnya oklusi pada kualitas hidup seseorang, karena kesulitan makan adalah sebuah kenikmatan yang menghilang. Allah menciptakan tubuh manusia sedetail mungkin dengan keteraturan yang mengagumkan, sehingga ketika ada hal yang mengganggu keteraturan itu melebihi apa yang bisa tubuh kita terima, bencana datang.

Bersyukurlah orang-orang yang masih dapat merasakan kenikmatan mengolah makanan dalam mulut. Jaga kesehatan gigi, supaya saat tua tidak menderita. Kalau perlu, hubungi saya jika butuh perawatan.....heaa tetep promosi.