Thursday, August 5, 2021

Make Memories

 Hello my dearest old friend :)

Teman lama saya, blog tempat saya memulai menulis pikiran-curhatan-keluhan-kekaguman-dan memori sejak 2009. Sudah 12 tahun kita bersahabat, meskipun beberapa tahun ke belakang, saya hampir lupa kalau punya blog :" 

Tapi bagaimanapun, seriuh apapun tawaran di media sosial sebelah, saya ingin blog ini tetap menjadi tempat kembali saya menitipkan memori-memori besar langkah yang terjadi di hidup saya. Kenapa? karena sepi, tentu saja :) saya bisa bebas menitipkan perasaan disini, tanpa perlu repot-repot mempertimbangkan pandangan orang lain, atau kecemburuan orang lain terhadap hidup saya, atau pendapat negatif orang lain seperti : anda posting hanya untuk pamer, huh?!? Pendapat manusia tidak bisa kita saring sesuai keinginan kita kan ya bunda....

Jadi mari, saya ingin menitipkan memori tentang satu langkah yang saya ambil di tahun 2020 lalu : saya sekolah lagi. Hiks terharu. Setelah berdarah-darah mengeluh kekejaman dunia kedokteran gigi ke segala penjuru mata angin demi kepuasan mulut dan ke-plong-an hati, bagaimana bisa saya memutuskan kembali tercemplung ke medan perang yang sama lagi? -bahkan, katanya- ini medan yang lebih berlumpur?

Kalau boleh jujur-jujuran, dalam lubuk hati paling dalam, saya tidak ada niatan ambil sekolah spesialis untuk dapat penghasilan dari praktik yang lebih tinggi. Bahkan saya berpikir, bagaimana kira-kira nanti kehidupan saya setelah jadi seorang spesialis harus menghadapi bayaran yang lebih tinggi padahal saya biasa punya mental dibayar murah :" whuakakwokwoookuhukkk. Jadi, insyaAllah tujuan saya murni untuk belajar, karena... saya suka sekolah (?) 

Dan... di 2020 resmi lah saya menjadi seorang dokter residen Prostodonsia. 

Bentar.. bentar.. APAA??? PROSTO? SEORANG DETIN? PROSTO? buahahaha. Banyak sekali teman-teman yang kaget ketika tahu saya masuk prosto. Katanya.... gak pantes :" Saya dicap cocoknya di pedo (kedokteran gigi anak), padahal saya jauh dari kata sabar ya bunda. Prosto itu bidang yang menangani kasus...*googling sendiri saja*. Jadi kenapa Prosto? Karena saya terlalu dekat dengan keluhan-keluhan kasus prosto di lingkungan sekitar. Termasuk pasien-pasien di tempat praktek sebelumnya. Dan dengan bodohnya saya yang kurang ilmu ini cuma mampu celingak celinguk ketika hasil protesa nya tidak memuaskan. Masih modal "cetak-lempar-lab". Kalau begitu, apa bedanya dengan tukang gigi? Banyak orang membuat gigi tiruan di tukang gigi, karena menurut mereka "murah dan enak". Tapi tentu saja, enak sementara- merusak kemudian. Kenapa bisa enak? karena tukang gigi punya banyak pengalaman teknik, tapi tidak ditunjang ilmu. Kenapa merusak kemudian? Karena apa-apa yang dikerjakan tanpa ilmu, hanya akan berakhir pada kerusakan. Berangkat dari tagline itu, saya berusaha untuk memperkaya keilmuan saya di bidang yang bahkan sering saya hindari, tapi juga saya sering temui : prostodonsia. 


Tidak ada kata penyesalan untuk melanjutkan sekolah. Support yang mantap dari keluarga membuat saya merasa bisa melalui medan perang emosi ini sambil mengasuh satu batita dan satu bayi. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan ketika seorang ibu sudah menyingsingkan lengan bajunya. MARI BEKERJA SAMA, MY SUPPORT SYSTEMS!