Saturday, October 19, 2013

Melukis Stratosfer

Secara tiba-tiba, semua tenaga dalam diri dikuasai oleh imajinasi. Ketika berfikir bahwa bumi dalam segala ruang dan waktunya menjadi sedemikian kerdil.
Ketika terbang menjadi mungkin, menembus Stratosfer, bersama balon udara, kita meninggi..semakin meninggi..

Kita meninggi, menyaksikan betapa kerdilnya Bumi ini. Bersama kawan yang berangkulan, kita saling berbisik dalam hati, sepersekian detik. Lalu kita tertawa dalam hal yang sama. Kita menangis dalam hal yang sama. Kita adalah aku dan aku adalah kita. Melaju meninggi, meninggalkan Bumi dan pijakan, mewarnai Stratosfer kita, ah ya, kita begitu muda.

Perbekalan habis, aku kemudian terjun. Aku merindui semak belukar di halaman Bumiku. Aku melaju terjun lebih cepat dari kecepatan suara yang kita perbisikan tempo silam.

Sesampainya di Bumi, Relativitas Umum menawarkan diri untuk menjelajah masa lalu. Melalui wormholes itu, aku membenamkan diri pada dinansti lorong waktu. Aku mencari jejak tertawa dan menangis kita. Terdampar di kenangan lampau, ketika kita terbang meninggi.

Semakin pulih, aku kemudian membisikkan ini padamu. Maaf, jika harus jatuh sendiri, meninggalkan Stratosfer, menelantarkan kuas kuas lukis kita. Aku tak bisa selamanya berpijak dalam imajinasi, karenanya aku memilih jatuh.

Di semak belukar halaman Bumiku, aku berkeliling, menjelajahi keindahan bawah Atmosfer yang menentramkan. Dan aku aman.

Tak ingin berlama-lama, terbang dalam angan-angan yang menjadikan hati  kita meninggi, kawan.
Mengajakmu bersama, terbang dalam keindahan iman, yang menjadikan budi kita meninggi, kawan.

Aku ingin bersama. Tak peduli jika lorong waktu itu ada atau tiada.
------

Bagaimana caranya aku ungkapkan ini?

Penumbra

Menyadari kehadiran adalah hal terlangka yang bisa kita harapkan,
Dalam sudut dan posisi kita melihat, sepintas saja kita rasakan.

Selebihnya, kita lupakan.

Jika Bumi menyadari bahwa dirinya ada dipertengahan Bulan dan Matahari --meski tak banyak orang mengetahui...

Maka,
Aku adalah Bumi ketika tata surya menghadapi Penumbra,

Aku ada diantaramu -dan tak tersadari-
Dipertengahan Matahari, dalam perpanjangan bayang-bayang Bulan...

Friday, October 11, 2013

paacion


akhir-akhir ini saya jarang ngepel blog ini, karena sibuk dengan perhelatan dunia (?) sibuk mencari emmm...uuuhhh...yaaahhh..katakanlah passion saya itu apa *terdengar keren, ya? engga sih, biasa aja.

akhir-akhir ini, meskipun saya bukan artis, tapi saya meresa super lelah. Saya merasa setiap hari saya bekerja, tapi kenapa yang saya rasakan hasilnya hanya sedikit.Terus, lelah saya yang perpeluh-peluh itu kemana? *lebay* dari senin sampai senin lagi, rasanya waktu saya diseok-seok. dikoyak-koyak. Sampai waktu buat gunting kuku pun gak ada (?) Tapi kenapa, perasaan saya ikut lelah? Kenapa, kepuasan bekerja itu minim sekali? Huft. 

terus saya merenung, semakin lama semakin ngantuk dalam. Saya kenapa? Kenapa saya?
alhasil, saya menyadari ada yang tidak beres dari alur saya bekerja. Ada hati yang tertinggal ketika saya bekerja. Ada semangat yang hilang ketika saya bekerja. Kenapa? Lelah itu tidak dibarengi passion. 

Kalau saya membayangkan film-film zombie, Saya suka sedih, kenapa ada karakter zombie dalam perfilman ini. hiks. Atau kenapa orang-orang Voodoo mau beranggapan mayat bisa hidup lagi, atas dasar perdukunan, dan secara keroyokan menyerang manusia. Ya gapapa, namanya juga film. 
Tapi, zombie yang tidak bisa bertindak sesuai keinginannya, atau hanya dikendalikan oleh "majikan"nya, nyatanya merupakan analogi yang paling sreg untuk seseorang yang bekerja bukan dengan hatinya. Dengan kata lain, -baiklah, kita sebut saja  saya adalah zombie....yang masih beriman pada Allah dan rasulnya (?) 

20 tahun lebih saya bernafas, baru sekarang-sekarang menyadari sebenarnya apa passion saya, yaaaeeelllaaaahhh..
dan belakangan menjadi miris melihat adik-adik dari SD sampai SMA nanti harus dicekoki sistem pendidikan yang tidak mengantarkan mereka menemukan apa passion mereka. Anak-anak Indonesia harus melewati fase mencari jati diri di usia yang hampir tak muda lagi. Mereka masih harus dicekoki angka-angka dan cacing-cacing integral -bertahun-tahun- padahal passionnya adalah mengobati orang, mereka masih  harus menghitung dimana kedudukan bola saat t=0,5 s dilempar dengan sudut elevasi 37derajat dengan kecepatan awal 10 m/s, padahal passionnya adalah bermain piano. mereka masih harus menghafal cara amoeba hidup atau bagaimana katak bernafas, padahal passion mereka adalah memanage keuangan. Yang semuanya harus mereka kuasai kalau mereka mau dicap sebagai "anak pintar".

Sistem memang menyistem kita (?) mau bagaimana lagi? Kalau disadarkan sejak dini tentang passionnya apa, ya Alhamdulillah, atau diusia yang sudah kepala dua macam saya, semoga belum terlambat. Tapi banyak orang yang tidak peduli dengan passion, yang penting mereka bekerja..bekerja..dan bekerja.. yang penting mereka bisa semua mata pelajaran, lulus kuliah, menikah, bekerja, gaji besar, hidup tak kekurangan, dan yeah...terserahlah.

sekali lagi, apa bedanya sama zombie?

saya tidak tahu bagaimana sistem pendidikan yang akan diterapkan di Indonesia 20 tahun lagi seperti apa. Yang jelas, sekarang, waktu anak-anak harus dihabiskan dengan sekolah lanjut les bimbel, lanjut kerjakan pr, dan besok paginya begitu lagi. Meskipun saya adalah korban dari sistem yang demikian. Saya bukan calon ibu yang menganjurkan anak saya menjadi bodoh dalam pelajaran *naudzubillah* tapi, berpuluh tahun lagi, saya harus menghadapi fenomena ini lagi. Jika sistem menginginkan anak saya menghafal bagaimana sistem reproduksi ikan atau menghitung resultan gaya gravitasi benda a terhadap benda b, maka saya harus mengusahakan dia untuk mengerti, bukan bisa. Paham, mengapa ilmu itu harus dipelajari. Selebihnya, potensi utama -yang menjadikan dia manusia- yang harus digali. Kalau suka musik, asah kemampuannya. Kalau suka sastra, belikan buku-bukunya. Kalau suka olahraga, temani latihannya. Kalau suka masak, ajari bumbu-bumbunya. Kalau suka sosial, bantu ia mengabdi. Kalau suka akademik, biarkan dia bereksperimen. Kalau suka politik, em..susah juga sih.

Yang jelas, masih banyak orang yang gurita jabatan. Yang bekerja diluar jalur kemampuan dirinya. Tidak sesuai kata hati, yang penting bisa hidup dan beli makan. miris.

jangan sampai generasi keterunan saya, mirip emaknya yang gak bisa apa-apa, yang gak suka baca. Semoga Allah pasangkan orang yang gak suka baca dengan orang yang hobi baca, atau pemilik buku bacaan yang banyak. aamiin

ga jelas ya, ini tulisan maksudnya apa.
yaudahlah.