Secara tiba-tiba, semua tenaga dalam diri dikuasai oleh imajinasi. Ketika berfikir bahwa bumi dalam segala ruang dan waktunya menjadi sedemikian kerdil.
Ketika terbang menjadi mungkin, menembus Stratosfer, bersama balon udara, kita meninggi..semakin meninggi..
Kita meninggi, menyaksikan betapa kerdilnya Bumi ini. Bersama kawan yang berangkulan, kita saling berbisik dalam hati, sepersekian detik. Lalu kita tertawa dalam hal yang sama. Kita menangis dalam hal yang sama. Kita adalah aku dan aku adalah kita. Melaju meninggi, meninggalkan Bumi dan pijakan, mewarnai Stratosfer kita, ah ya, kita begitu muda.
Perbekalan habis, aku kemudian terjun. Aku merindui semak belukar di halaman Bumiku. Aku melaju terjun lebih cepat dari kecepatan suara yang kita perbisikan tempo silam.
Sesampainya di Bumi, Relativitas Umum menawarkan diri untuk menjelajah masa lalu. Melalui wormholes itu, aku membenamkan diri pada dinansti lorong waktu. Aku mencari jejak tertawa dan menangis kita. Terdampar di kenangan lampau, ketika kita terbang meninggi.
Semakin pulih, aku kemudian membisikkan ini padamu. Maaf, jika harus jatuh sendiri, meninggalkan Stratosfer, menelantarkan kuas kuas lukis kita. Aku tak bisa selamanya berpijak dalam imajinasi, karenanya aku memilih jatuh.
Di semak belukar halaman Bumiku, aku berkeliling, menjelajahi keindahan bawah Atmosfer yang menentramkan. Dan aku aman.
Tak ingin berlama-lama, terbang dalam angan-angan yang menjadikan hati kita meninggi, kawan.
Mengajakmu bersama, terbang dalam keindahan iman, yang menjadikan budi kita meninggi, kawan.
Aku ingin bersama. Tak peduli jika lorong waktu itu ada atau tiada.
------
Bagaimana caranya aku ungkapkan ini?
0 comments:
Post a Comment
comment this post