Thursday, March 20, 2014

umroh (1)

“Maka, nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?”

Tahun 2012 lalu, keinginan itu datang. Sambil membaca sebuah brosur, saya kemudian membayangkan bulan depan saya menginjakkan kaki di tanah itu. Seenak jidat. Sayangnya, uang bukanlah daun yang betebaran. Judulnya ibadah, supporting system nya bernama ketersediaan financial. Maka entah bagaimana caranya, dengan kondisi tabungan mahasiswa tanpa beasiswa dan tanpa usaha apa-apa, saya beranikan diri menulis mimpi di buku agenda saya :



Sekali lagi, 6 Juni 2012 lalu saya menulis ini, tanpa tahu bagaimana caranya bisa sampai melihat kiblat seluruh muslim dipenjuru dunia. 

2013, hanya butuh satu tahun saja, Allah beri saya kabar menyenangkan. Hanya butuh satu tahun saja, Allah jawab keinginan saya. Dari arah yang tidak disangka-sangka, orang tua saya mengajak saya ikut umrah.  Lebih cepat dari apa yang saya impikan. Sebelumnya saya merasa tidak mampu, tapi ternyata Allah mampukan…

Kita meminta, Allah mendengar. Masalah dikabulkan? Kita lihat nanti.

Akhirnya, akhir 2013 saya mendaftar untuk pergi ke baitullah. Tempat impian seluruh muslim untuk melengkapi rukun islam nya. Semuanya dipermudah, sampai minggu-minggu keberangkatan, semuanya berubah… ketika negara api menyarang, ketika Jowoki akhirnya nyalon presiden (?)

Saya memilih berangkat bulan Februari 2014, ketika saya sedang libur semester. Awalnya travel berangkat tanggal 3 Februari, tapi dengan semelekete, karena satu dan lain hal, travel akhirnya mundur berangkat jadi tanggal 23 Februari, sedangkan saya masuk kuliah tanggal 17 Februari. Awalnya saya berpikir, yaudah lah ya, awal-awal kuliah biasanya belum terlalu efektif. Toh tahun lalu saya juga pernah izin kuliah waktu ke Malaysia dan Singapura meninggalkan tutorial dan praktikum, tapi berjalan lancar kemudian, tanpa ketinggalan perkuliahan.

Kali ini berbeda, dengan kaget bukan main-main, ada satu blok mata kuliah yang selesai dalam waktu 2 bulan saja. 2 bulan saja. Bukan main singkatnya. 8 kali tutorial, persentase kehadiran minimal 80%. Dalam satu minggu ada 2 kali pertemuan. Dan……….. itu artinya saya akan absen dalam 4 kali pertemuan tutorial. Yang artinya lagi, saya hanya hadir 50% dari total pertemuan.  Sesingkat itu, tapi sks nya 5. Kejam.

Dengan was-was, saya menghadap dosen ketua blok ini. Meminta izin untuk meninggalkan kelas. Apa hasilnya? Saya digantungin L jawabannya “ya, kita lihat nanti”. Ini membuat saya galau luar biasa. Masalahnya, kalau saya tidak diizinkan ikut ujian, artinya saya harus mengulang blok ini, sedangkan tahun depan harusnya saya sudah masuk koas, sudah harus selesai dengan semua materi di preklinik. Jika masih ada kendala dengan urusan preklinik, klinik (koas) saya bisa ditunda jadi tahun depannya lagi, naudzubillah. Tapi bismillah, dosennya baik koo.. baik bangeeet… baik super super baiiiik *positive thinking*insyaAllah saya boleh ikut ujian akhir (aamiin, aamiin, aamiin)

Selesai dengan urusan izin kuliah (tutorial dan praktikum) *meskipun masih digantungin* maka masalah yang kedua adalah masalah “ke-cewe-an”

Kalau dilihat dari track record nya, saya adalah wanita dengan siklus menstruasi yang normal. Dari bulan ke bulan berikutnya biasanya selalu tepat waktu, maju 2-3 hari dari bulan sebelumnya. bulan Januari, saya menstruasi tanggal 16, artinya, dengan perhitungan kalender menstruasi saya akan haid lagi tanggal 14-an, dan selesai sebelum berangkat umrah. Urusan selasai. Case closed.

Saya lega ketika memilTapi, tanggal 14 Februari berlalu begitu saja. Saya mulai was-was. Tidak biasanya. Saya tunggu, barangkali mundur. Sepupu dekat saya baru saja pulang umroh, saya tanya ini dan itu, dan katanya, dia konsultasi ke dokter karena tanggal keberangkatannya adalah waktu-waktu dimana doi menstruasi. Akhirnya dokter meresepkan obat perangsang menstruasi (primolut 5 mg norethisterone).  5 hari konsumsi obat, langsung haid. Hari itu juga saya ke dokter. Tapi kata dokternya primolut itu kerjanya penahan haid. Artinya dengan meminum obat itu haid ditunda keluar, jika konsumsi obat dihentikan, maka haid akan keluar. Saya galau. Mama ikut galau. Untungnya, persediaan obatnya sedang habis, saya pergi ke klinik praktek dokter, bukan rumah sakit, jadi kata dokternya obat itu biasa di stok di bulan-bulan Haji, karena Februari bukan bulan Haji, jadi habis. Saya dibuatkan resep untuk ditebus di biofarma.

Sampai di rumah, kegalauan itu berlanjut. Mama tidak setuju saya mengonsumsi obat itu. Mungkin pikiran orang tua yang masih awam dengan kinerja obat seperti mama saya, akan berpikir macam-macam. Memiliki anak gadis, mama bilang bahwa apapun yang berhubungan dengan peranakan itu sangat berharga. Meskipun saya mahasiswa yang belajar tentang obat-obatan, sulit meyakinkan mama tentang indikasi obat atau efek samping yang akan ditimbulkan. Mama tetap bersikeras, tunggu saja, insyaAllah keluar dengan sendirinya katanya.

Tanggal 16 berlalu. Artinya, seminggu lagi saya berangkat. Saya biasa selesai menstruasi dalam waktu 6 hari. Artinya, jika sampai tanggal 18 saya tidak haid, maka umroh saya akan sedikit terganggu dengan tidak bisanya saya beribadah. Sayang sebenernya, jauh-jauh kesana, mahal-mahal kesana, dengan waktu yang sebentar, tapi gak bisa sholat di masjidil haram, hiks..

Pada akhirnya saya pasrah, hiks. Tanggal 18 akhirnya datang juga.  Saya kuliah seperti biasa. Waktu duha datang, saya ambil wudhu, sholat duha, dan berdoa sekhusyu-khusyu nya. Saya cuma minta dimudahkan  dan dilancarkan. Allah menjawab, jam 11 siang (masih inget banget, haha) tanggal 18 Februari, saya izin ke toilet, dan Alhamdulillah haid nya keluar.

Seneng banget, artinya umroh saya tidak akan terganggu. Ini masalah cewe banget, dan saya tulis disini. Siapa tau jadi info bagi para wanita yang mau umroh tapi punya masalah seperti saya. hehehe, bisa kok konsumsi obat primolut, asal orang tuanya mengizinkan haha.

Tanggal 24 saya selesai haid, bahkan saya mandi besar nya di toilet bandara Yaman, sewaktu transit  sebelum ihram di pesawat perjalanan Sanaa – King Abdul Aziz. Alhamdulillah…