“Maka, nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?”
Tahun 2012 lalu, keinginan itu datang. Sambil membaca sebuah
brosur, saya kemudian membayangkan bulan depan saya menginjakkan kaki di tanah
itu. Seenak jidat. Sayangnya, uang bukanlah daun yang betebaran. Judulnya ibadah,
supporting system nya bernama ketersediaan financial. Maka entah bagaimana
caranya, dengan kondisi tabungan mahasiswa tanpa beasiswa dan tanpa usaha
apa-apa, saya beranikan diri menulis mimpi di buku agenda saya :
Sekali lagi, 6 Juni 2012 lalu saya menulis ini, tanpa tahu
bagaimana caranya bisa sampai melihat kiblat seluruh muslim dipenjuru
dunia.
2013, hanya butuh satu tahun saja, Allah beri saya kabar menyenangkan.
Hanya butuh satu tahun saja, Allah jawab keinginan saya. Dari arah yang tidak
disangka-sangka, orang tua saya mengajak saya ikut umrah. Lebih cepat dari apa yang saya impikan. Sebelumnya
saya merasa tidak mampu, tapi ternyata Allah mampukan…
Kita meminta, Allah mendengar. Masalah dikabulkan? Kita lihat
nanti.
Akhirnya, akhir 2013 saya mendaftar untuk pergi ke
baitullah. Tempat impian seluruh muslim untuk melengkapi rukun islam nya. Semuanya
dipermudah, sampai minggu-minggu keberangkatan, semuanya berubah… ketika negara
api menyarang, ketika Jowoki akhirnya nyalon presiden (?)
Saya memilih berangkat bulan Februari 2014, ketika saya sedang
libur semester. Awalnya travel berangkat tanggal 3 Februari, tapi dengan
semelekete, karena satu dan lain hal, travel akhirnya mundur berangkat jadi
tanggal 23 Februari, sedangkan saya masuk kuliah tanggal 17 Februari. Awalnya
saya berpikir, yaudah lah ya, awal-awal kuliah biasanya belum terlalu efektif. Toh
tahun lalu saya juga pernah izin kuliah waktu ke Malaysia dan Singapura
meninggalkan tutorial dan praktikum, tapi berjalan lancar kemudian, tanpa
ketinggalan perkuliahan.
Kali ini berbeda, dengan kaget bukan main-main, ada satu blok mata
kuliah yang selesai dalam waktu 2 bulan saja. 2 bulan saja. Bukan main
singkatnya. 8 kali tutorial, persentase kehadiran minimal 80%. Dalam satu minggu
ada 2 kali pertemuan. Dan……….. itu artinya saya akan absen dalam 4 kali
pertemuan tutorial. Yang artinya lagi, saya hanya hadir 50% dari total pertemuan.
Sesingkat itu, tapi sks nya 5. Kejam.
Dengan was-was, saya menghadap dosen ketua blok ini. Meminta
izin untuk meninggalkan kelas. Apa hasilnya? Saya digantungin L jawabannya “ya, kita
lihat nanti”. Ini membuat saya galau luar biasa. Masalahnya, kalau saya tidak
diizinkan ikut ujian, artinya saya harus mengulang blok ini, sedangkan tahun
depan harusnya saya sudah masuk koas, sudah harus selesai dengan semua materi
di preklinik. Jika masih ada kendala dengan urusan preklinik, klinik (koas)
saya bisa ditunda jadi tahun depannya lagi, naudzubillah. Tapi bismillah, dosennya
baik koo.. baik bangeeet… baik super super baiiiik *positive thinking*insyaAllah
saya boleh ikut ujian akhir (aamiin, aamiin, aamiin)
Selesai dengan urusan izin kuliah (tutorial dan praktikum)
*meskipun masih digantungin* maka masalah yang kedua adalah masalah “ke-cewe-an”
Kalau dilihat dari track record nya, saya adalah wanita
dengan siklus menstruasi yang normal. Dari bulan ke bulan berikutnya biasanya
selalu tepat waktu, maju 2-3 hari dari bulan sebelumnya. bulan Januari, saya
menstruasi tanggal 16, artinya, dengan perhitungan kalender menstruasi saya
akan haid lagi tanggal 14-an, dan selesai sebelum berangkat umrah. Urusan selasai.
Case closed.
Saya lega ketika memilTapi, tanggal 14 Februari berlalu
begitu saja. Saya mulai was-was. Tidak biasanya. Saya tunggu, barangkali
mundur. Sepupu dekat saya baru saja pulang umroh, saya tanya ini dan itu, dan
katanya, dia konsultasi ke dokter karena tanggal keberangkatannya adalah
waktu-waktu dimana doi menstruasi. Akhirnya dokter meresepkan obat perangsang
menstruasi (primolut 5 mg norethisterone).
5 hari konsumsi obat, langsung haid. Hari itu juga saya ke dokter. Tapi kata
dokternya primolut itu kerjanya penahan haid. Artinya dengan meminum obat itu
haid ditunda keluar, jika konsumsi obat dihentikan, maka haid akan keluar. Saya
galau. Mama ikut galau. Untungnya, persediaan obatnya sedang habis, saya pergi
ke klinik praktek dokter, bukan rumah sakit, jadi kata dokternya obat itu biasa
di stok di bulan-bulan Haji, karena Februari bukan bulan Haji, jadi habis. Saya
dibuatkan resep untuk ditebus di biofarma.
Sampai di rumah, kegalauan itu berlanjut. Mama tidak setuju
saya mengonsumsi obat itu. Mungkin pikiran orang tua yang masih awam dengan
kinerja obat seperti mama saya, akan berpikir macam-macam. Memiliki anak gadis,
mama bilang bahwa apapun yang berhubungan dengan peranakan itu sangat berharga.
Meskipun saya mahasiswa yang belajar tentang obat-obatan, sulit meyakinkan mama
tentang indikasi obat atau efek samping yang akan ditimbulkan. Mama tetap
bersikeras, tunggu saja, insyaAllah keluar dengan sendirinya katanya.
Tanggal 16 berlalu. Artinya, seminggu lagi saya berangkat. Saya
biasa selesai menstruasi dalam waktu 6 hari. Artinya, jika sampai tanggal 18
saya tidak haid, maka umroh saya akan sedikit terganggu dengan tidak bisanya
saya beribadah. Sayang sebenernya, jauh-jauh kesana, mahal-mahal kesana, dengan
waktu yang sebentar, tapi gak bisa sholat di masjidil haram, hiks..
Pada akhirnya saya pasrah, hiks. Tanggal 18 akhirnya datang
juga. Saya kuliah seperti biasa. Waktu duha
datang, saya ambil wudhu, sholat duha, dan berdoa sekhusyu-khusyu nya. Saya cuma
minta dimudahkan dan dilancarkan. Allah
menjawab, jam 11 siang (masih inget banget, haha) tanggal 18 Februari, saya izin
ke toilet, dan Alhamdulillah haid nya keluar.
Seneng banget, artinya umroh saya tidak akan terganggu. Ini masalah
cewe banget, dan saya tulis disini. Siapa tau jadi info bagi para wanita yang
mau umroh tapi punya masalah seperti saya. hehehe, bisa kok konsumsi obat
primolut, asal orang tuanya mengizinkan haha.
Tanggal 24 saya selesai haid, bahkan saya mandi besar nya di
toilet bandara Yaman, sewaktu transit
sebelum ihram di pesawat perjalanan Sanaa – King Abdul Aziz. Alhamdulillah…
Alhamdulillah. Allah selalu memudahkan jalan hamba yang menolong agamaNya. Selamat ya, sudah menjadi tamu dirumah Allah. Barakallah.
ReplyDeleteran