Labbaikallahumma ‘umrotan
Kami penuhi panggilanMu ya Allah untuk melakukan umroh
Labbaik Allahumma
Labbaik.. Labbaika laa syariika laka labbaik..Innalhamda wan ni’mata laka walmulk,
laa syariikalak.
Setelah transit di Yaman International Airport yang tidak
lebih bagus dari Stasiun kereta api Bandung, kami bermikot di atas pesawat.
Sepanjang jalan di pesawat, ucapan Talbiyyah terlantun dari mulut setiap
jamaah. Alhamdulillah, Allah… kami hendak memenuhi panggilanmu.
beneran, lebih bagus Stasiun Bandung. |
Bukan sulap bukan sihir, jangan pernah bandingkan pramugari
dan awak pesawat dari Timur Tengah dengan pramugari Garuda Indonesia. Ngambil
sisa makanan yang nyelap di gigi aja di depan penumpang -,-. Saling teriak
dengan bahasa arab pula. Maklum ya, jamaah haji dan umrah kan mayoritas usia
sepuh yang gak bisa bahasa lain selain bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia.
Disuruh duduk aja mereka gak paham.
“Please sit down, hey you sit down!” mana pula mereka ngerti. Dan jangan juga bandingin petugas bandara
King Abdul Aziz dengan petugas bandara Seokarno Hatta. Antrian sepanjang
apapun, mereka tetap santai kaya di pantai :| “kalian sendiri kan yang mau ke
negara kami” kira-kira begitulah definisi ekspresi wajah mereka.
teduh kan? |
Panas sekaligus sejuk. Jeddah-Mekkah memakan waktu sekitar 3
jam menggunakan bus. Pertama kali menginjakkan kaki di kota paling suci itu,
Mekkah Al Muqaromah. Bangunan-bangunan di sekitar Ka’bah di desain menjulang
tinggi untuk melindungi jamaah dari
terik matahari. Grand Al-Eiman Hotel, tempat kami menginap, 10 menit berjalan
kaki menuju Masjidil Haram. Selesai beristirahat sebentar, kami langsung
bersiap untuk berumroh. Ba’da Dzuhur kami berjalan menuju Ka’bah.
bangunan didesign tinggi dan sempit, agar jamaah terlindung dari panas. tapi agak kumuh ya -,- |
Grand El Eiman Hotel |
Grand El Eiman Hotel |
Saya tidak perlu berpanjang lebar tentang keistimewaan
bangunan persegi itu. Sederhana, namun daya tariknya sangat mempesona.
Allahumma Antas-salaam wa minkassalaam fahayyinaa robbanaa
bis-salaam
Doa kami ketika melihat Ka’bah. Apa yang saya rasakan? Gak
jelas. Apa karena saya banyak dosa ya, jadi gak sampai nangis atau gimanaaa
gitu waktu liat Ka’bah. Gak senangis waktu di atas pesawat melantunkan
Talbiyyah. Ka’bah, jauh dari keglamoran bangunan Masjidil Haram yang berlapis
marmer dan keramik Thasos kualitas terbaik yang mengeluarkan dingin alami,
membuat sejuk kaki para jamaah. Pertama melihat Ka’bah, tidak ada perasaan lain
selain perasaan yang tidak terdefinisi itu. Serius itu Ka’bah? Yang dari saya
kecil selalu ada di gambar sejadah saya?
Thawaf 7 kali putaran melewati garis Hajar Aswad, Sholat di
Maqom Ibrahim 2 rakaat, Sa’i menelusuri Shafa-Marwah (catatan: Shafa ke Marwah
dihitung satu balikan.Bukan dari Shafa ke Shafa baru dihitung satu. – soalnya
banyak yang salah disini- Total 7
balikan, berarti mulai dari Shafa berakhir di Marwah) , segala macam doa saya
lantunkan, sampai saya curhat sama Allah. Diakhiri dengan Tahallul, pemotongan
rambut oleh Mama. Selesai sudah umroh kami.
masya Allah.
ReplyDeleteSemoga kita diberi kesempatan kembali kerumah Allah untuk menuju kesana.
Semoga kita juga bisa terus menjadi lebih baik atas kesempatan yang telah diberikan kepada kita hingga suatu saat kita bisa bertemu dengan Allah disurga kelak. Maka nikmat manakah lagi yang akan didustakan?
Amin...
ran