Selamat siang J
Lapor, Jenderal. Hari ini aku mau berbagi kisah lagi
denganmu.
Jadi begini, kalimat “bahagia itu sederhana” kini ramai
mengisi hari-hariku. Awalnya aku tidak paham makna dahsyat dibalik kalimat yang
tersusun dari tiga kata itu. Sampai pada waktu ketika aku harus membantu
seorang teman mengatasi masalahnya, memberinya solusi, dan menawarkan pundak
untuknya berbagi. Aku tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa yang menguasai
diri pada saat-saat seperti itu, tapi kalimat sederhana itu mampu, Jenderal.
Dengarlah, rendahkan hatimu..… bahagia
itu sederhana. Demikian bunyinya. Apa kamu suka? J
Laporanku sebelumnya tentang ketidakbersyukuran akan apa
yang aku punya, nyata bisa diperbaiki karenanya. Jadi, ternyata saat hujan tak mampu
menyiramnya, gerimispun memadai aku korelasikan dengan bahagia itu sederhana, meskipun
terdengar sedikit aneh. Tapi tak apalah.
Kita bisa mencari bahagia tidak hanya di ibu kota Kerajaan
Mimpi dan Cita-Cita. Kita bisa menemuinya disudut bahkan di pelosok desa
terpencil sekalipun. Semisal bahagianya ketika aku berhasil menemukan gunting
kukuku lalu memotong pendek kuku jariku yang sebelumnya panjang dan kotor,
ketika aku bisa mendapati salah satu jerawatku mengundurkan diri dari
jabatannya di kancah mukaku, ketika mendapati kamar yang habis dibombardir bom
buku dan makanan kini bersih mengkilat, ketika bisa menikmati buah semangka
dingin tanpa biji malam tadi, ketika bisa bersama dengan orang tua dan melalui
malam bercerita dengannya, atau ketika menyadari bahwa Allah masih
menginginkanku ada dalam kebaikan… itu, membuatku gembira. Dan mereka adalah
hal-hal kecil yang kadang kita lupakan.
Aku terlalu berfokus pada kebahagian “besar”, semisal
cita-cita yang dibuat teoritis di atas kertas yang ditempelkan di kaca kamarku
tercapai, barulah aku merasa bahagia itu ada. Ternyata, hal itu hanya akan membuat
jatah umurku di dunia diisi oleh kebahagiaan sebanyak cita-cita yang tergapai
saja. Lalu, setiap detiknya hambar terlalui.
Ah jenderal, aku mengerti bahwa hal besar lahir dari hal-hal
kecil. Kebahagian-kebahagian yang sederhana itu membawaku untuk menikmati
bahagianya bersyukur, lalu semuanya terbungkus manis dan indah selayaknya paket
lebaran dari para menteri kepada presiden untuk menarik hatinya. Semuanya
terbungkus rapi oleh bungkusan kebahagian tertinggi, yaitu kebahagiaan akan
melekatnya iman dan islam dalam setiap nafas kita…
Begitu kan, Jenderal?
0 comments:
Post a Comment
comment this post