Ketika senyum merekah di bibir mereka, adalah tanda
perjuangan yang menguras rasa cinta, emosi, waktu, mimpi dan citanya. Bukanlah
hal yang lumrah ketika tigaperempat windu dihabiskan untuk mempelajari ilmu
yang Allah selipkan diantara tataran ilmu-ilmu lain. Ketika mereka disumpah
untuk mengabdi pada rasa kemanusiaan, kehormatan diri dan profesi, dalam satu
momen sejarah hidup mereka, dalam sebuah prosesi sumpah dokter gigi.
Heee. Jangan terlalu serius, hehe.
Saya tidak berniat merunutkan setiap segmen acara, setiap
bait kalimat pembicara, ataupun setiap bunyi lantuan suara. Karena saya tidak
digaji untuk membuat notulensi acara. Baiklah, karena saya bermurah hati, saya
mau berbagi sedikit kisah kasih (?) yang saya temukan di tempat kejadian
perkara ketika mba-mba, mas-mas, bapak-bapak, dan ibu-ibu sedang menjalani
prosesi sumpah dokter gigi dan spesialis.
Sip. Intinya, balik lagi ke prolog. *jadi tulisan ini tak
berinti -___-*
Masih lama. Masih sekitar lima tahun lagi, baru merasakan
bagaimana rasanya, sumpah setia kita digemakan di ruangan besar disaksikan oleh
puluhan pasang mata dan tentu saja dicatat baik-baik oleh malaikat untuk
kemudian dipertanggungjawabkan setiap kata yang terucap dalam sumpah tersebut
kepada Allah Azza wa Jalla.
Ketika detik-detik sumpah itu disuarakan, lalu ditutup oleh
isak tangis para wisudawan saat melewati momen persembahan untuk orang tua
tercinta. Ketika mereka menciumi wajah ayah bundanya, mengenang perjuangan
orang tuanya membesarkan diri mereka hingga detik itu, dunia mencatatnya
sebagai lulusan dokter gigi. Seluruh ruangan mengharu biru, kendatipun saya tak
mengerti bagaimana kuatnya rasa bahagia itu, setidaknya saya mencicipinya
sedikit, ketika tiba-tiba ternyata air mata saya ikut menetes bahagia melihat
kakak-kakak di tengah ruangan sana akhirnya memulai karir hidupnya yang baru,
pun ketika teringat wajah mama dan ayah di rumah, bahwa suatu hari nanti,
mereka pun akan berdiri disana, memandangi putrinya dengan rasa bangga, dan
diri ini akan membaur menjatuhkan rasa suka gembiranya pada bahu-bahu perjuangan
ayah dan belai-belai kasih sayang mama…
---------------------------------------------------------------------------------
Lalu…byar!!! Buyar. Rasa gundah nya kini berganti setting.
Ketika ruangan telah steril dari rasa haru yang melanglang
buana, kini sesi nya hepi-hepi. Foto sana foto sini, gaya sana gaya sini. Ruangan
mendadak seperti sedang hujan lebat, banyak petir buatan kamera terpancar
menuju mata-mata penikmat foto. Yah, bahagia.
Seorang wisudawan cantik dibalut kebaya anggun, berjalan menggendong
seorang bayi kecil, mendekati seorang pria di ujung kursi sana yang sedang
menikmati jamuan makan. Ceeees! Lamunan saya melayang-layang, sepertinya
bahagia ya rasanya ketika disumpah menjadi seorang dokter gigi, sudah ada
pasangan yang menunggui, yang ikut bahagia, merasakan perjuangan itu, karena
senantiasa membersamai…
Maaf ya, jadi ga nyambung ceritanya. Jadi intinya, saya liat
sudah ada yang berkeluarga saat jadi dokter gigi, terus saya jadi ingin cepet
lulus. Iya begitu maksudnya. Huft. kalau tidak puas dengan ceritanya, ya itu bagus.
0 comments:
Post a Comment
comment this post