Saturday, May 19, 2012

sumdokgi


Ketika senyum merekah di bibir mereka, adalah tanda perjuangan yang menguras rasa cinta, emosi, waktu, mimpi dan citanya. Bukanlah hal yang lumrah ketika tigaperempat windu dihabiskan untuk mempelajari ilmu yang Allah selipkan diantara tataran ilmu-ilmu lain. Ketika mereka disumpah untuk mengabdi pada rasa kemanusiaan, kehormatan diri dan profesi, dalam satu momen sejarah hidup mereka, dalam sebuah prosesi sumpah dokter gigi.

Heee. Jangan terlalu serius, hehe.
Saya tidak berniat merunutkan setiap segmen acara, setiap bait kalimat pembicara, ataupun setiap bunyi lantuan suara. Karena saya tidak digaji untuk membuat notulensi acara. Baiklah, karena saya bermurah hati, saya mau berbagi sedikit kisah kasih (?) yang saya temukan di tempat kejadian perkara ketika mba-mba, mas-mas, bapak-bapak, dan ibu-ibu sedang menjalani prosesi sumpah dokter gigi dan spesialis.

Sip. Intinya, balik lagi ke prolog. *jadi tulisan ini tak berinti -___-*

Masih lama. Masih sekitar lima tahun lagi, baru merasakan bagaimana rasanya, sumpah setia kita digemakan di ruangan besar disaksikan oleh puluhan pasang mata dan tentu saja dicatat baik-baik oleh malaikat untuk kemudian dipertanggungjawabkan setiap kata yang terucap dalam sumpah tersebut kepada Allah Azza wa Jalla.

Ketika detik-detik sumpah itu disuarakan, lalu ditutup oleh isak tangis para wisudawan saat melewati momen persembahan untuk orang tua tercinta. Ketika mereka menciumi wajah ayah bundanya, mengenang perjuangan orang tuanya membesarkan diri mereka hingga detik itu, dunia mencatatnya sebagai lulusan dokter gigi. Seluruh ruangan mengharu biru, kendatipun saya tak mengerti bagaimana kuatnya rasa bahagia itu, setidaknya saya mencicipinya sedikit, ketika tiba-tiba ternyata air mata saya ikut menetes bahagia melihat kakak-kakak di tengah ruangan sana akhirnya memulai karir hidupnya yang baru, pun ketika teringat wajah mama dan ayah di rumah, bahwa suatu hari nanti, mereka pun akan berdiri disana, memandangi putrinya dengan rasa bangga, dan diri ini akan membaur menjatuhkan rasa suka gembiranya pada bahu-bahu perjuangan ayah dan belai-belai kasih sayang mama…

---------------------------------------------------------------------------------
Lalu…byar!!! Buyar. Rasa gundah nya kini berganti setting.

Ketika ruangan telah steril dari rasa haru yang melanglang buana, kini sesi nya hepi-hepi. Foto sana foto sini, gaya sana gaya sini. Ruangan mendadak seperti sedang hujan lebat, banyak petir buatan kamera terpancar menuju mata-mata penikmat foto. Yah, bahagia.

Seorang wisudawan cantik dibalut kebaya anggun, berjalan menggendong seorang bayi kecil, mendekati seorang pria di ujung kursi sana yang sedang menikmati jamuan makan. Ceeees! Lamunan saya melayang-layang, sepertinya bahagia ya rasanya ketika disumpah menjadi seorang dokter gigi, sudah ada pasangan yang menunggui, yang ikut bahagia, merasakan perjuangan itu, karena senantiasa membersamai…

Maaf ya, jadi ga nyambung ceritanya. Jadi intinya, saya liat sudah ada yang berkeluarga saat jadi dokter gigi, terus saya jadi ingin cepet lulus. Iya begitu maksudnya. Huft. kalau tidak puas dengan ceritanya, ya itu bagus.

0 comments:

Post a Comment

comment this post