Seorang bayi manusia dirawat oleh
sekelompok kera, si bayi tumbuh selayaknya kera tumbuh. Nama bayi itu kemudian
terkenal sebagai Tarzan. Cerita ini menjadi fenomenal karena dikemas oleh
sentuhan magic Disney yang membawa kita pada negeri imajinasi. Bukan karena
Tarzan jatuh cinta pada Jane yang membuat cerita ini istimewa, karena soal
cinta, toh Belle pun bisa jatuh cinta pada Beast. Ini soal lingkungan yang
menumbuhkan tingkah laku Tarzan, anak manusia dibesarkan oleh sekelompok kera.
Saya bukan peneliti yang sedang
membuktikan seberapa besar determinasi lingkungan terhadap perilaku seseorang. Saya
hanyalah seorang manusia biasa *hadeuuh*. Tapi saya yakin, pengaruh lingkungan
sangat amat besar dalam pembentukan karakter seseorang. seperti halnya dalam
film animasi *ketauan tontonannya beginian* semisal Tarzan. Karakter Alex dalam
Madagascar pun rupanya mengajari kita, dimana kita hidup, disitulah karakter
kita terbentuk. Alex yang sedari kecil hidup terkurung dalam kebun binatang Central
Park New York, merasa diri superstar, dan bukan menjadi se-superstar sebelumnya
ketika dia harus berhadapan dengan alam
bebas Madagascar. Lingkungan kebun binatang membentuk kepribadian Alex. Dan lingkungan
hutan membentuk kepribadian Tarzan. Meskipun hanya dalam film, tapi saya suka
cerita ini *terus kenapa?* Dalam akhir film, mereka bisa berubah selayaknya
manusia dan selayaknya singa yang sebenar-benarnya, seutuhnya. Tapi satu hal,
mereka harus keluar dari zona lingkungan mereka dulu, belajar bertemu orang
baru, mencari jati diri, dan akhirnya memutuskan bersikap *saya bukan psikolog,
tapi menurut kesotoyan saya, kayanya sih teorinya gitu *
Posisikan diri kita sebagai
Tarzan-Tarzan abad 21. Masih mencari jati diri, masih galau menentukan jalan
hidup, masih suka plinplan, masih suka bingung memutuskan *dan ini malah jadi
curhat* buatlah satu keputusan besar : keluar dari zona nyaman. Cari lingkungan
yang kece, yang membawa pada kebaikan. Bergaul dengan orang-orang yang gemar
menasehati dalam kebaikan dan kesabaran… yap, buatlah keputusan besar. Orang baik
selalu menerima kehadiran orang yang berniat untuk mempelajari kebaikan. *kaya
ustadzah gini -,-
Saya wanita dari kampung, dan
terancam berpikir kampungan tulen kalau tidak terselamatkan oleh nasib. Alkisah,
kakak saya karena kesalahan sistem *maaf lagi-lagi nyalahin sistem*dia engga
bisa masuk SMP negeri, sekalipun SMP Negeri di Kabupaten. Nilai Ebtanasnya
kecil. Akhirnya semua kebingungan, untung saya masih TK, jadi engga ikut-ikutan
bingung. SMP swasta di kabupaten Bandung Timur belum ada yang bagus, terus
mahal pula. Setelah nangis berkawan bantal berhari-hari, kakak saya mendapat
secercah harapan. Kebetulan tetangga kami itu kepala sekolah SMP Darul Hikam
Bandung, SMP Swasta yang cukup bagus lah ya. Melepas kebuntuan, ibu saya
mendaftarkan kakak saya ke SMP tersebut, yaaaaang, jauhnya bukan main dari
rumah.
Biasalah ya ibu-ibu tukang gossip di
warung kasak kusuk. Katanya buat apa sekolah jauh-jauh, sekolah dimana aja
sama. Catat baik-baik di ingatan Anda pembaca yang setia, di pikiran kebanyakan
orang tua ternyata masih kolot dengan mengatakan “sekolah dimana saja sama”. Saya
sama seklai tidak setuju. Ada faktor X yang membedakan satu sekolah dengan
sekolah lain. Faktor X itu bernama lingkungan. Iya, lagi-lagi lingkungan.
Kalau saya diizinkan
berandai-andai, maka saya akan berandai-andai seandainya nilai ebtanas kakak
saya bagus. Ibu saya akan mendaftarkan kakak saya di SMP Rancaekek, kemudian
lanjut SMA Rancaekek, dan kuliah entah dimana. Adiknya tentu akan mengikuti
jejak kakaknya, SMP SMA lalu kuliah entah dimana. Selalu ada makna dibalik
semua pertanda *ßini
lirik lagu*Allah punya maksud yang lebih indah, diluar nalar seorang manusia. Ternyata,
karena nilai ebtanas kakak saya buruk, akhirnya dia ikut berjuang bersama
tetangga pulang-pergi naik kereta api berangkat subuh pulang magrib, demi
pendidikan. That’s life. Show must go on. Dan karena lingkungan, akhirnya kakak memilih
untuk masuk SMA 3 Bandung. Dan seperti kebanyakan anak 3 yang lain, kakak saya
melanjutkan studi ke ITB. Otomatis, teori adik mengikuti kakak itu berlaku. Akan
berbeda hasilnya jika teori “sekolah dimana saja sama” masih berlaku di otak
kita. Beberapa kawan kecil saya ada yang hidupnya lunta-lunta, hilang arah,
berandal, cinta dunia dan bangga pada dosa, main tindik tindik tubuh mirip
sapi. Kawan saya lainnya kini visioner, optimis pada masa depan yang cerah, dan
menghargai hidup, dan dengan segala kesotoyan saya, lagi-lagi saya melihat
mereka pada background lingkungan dimana mereka dibentuk. Padahal sama-sama
hidup dibawah langit Kabupaten Bandung Timur. Lingkungan membentuk saya,
membentuk Anda, membentuk semua orang. Jadi menurut saya, keputusan untuk
memilih lingkungan haruslah diutamakan.
Berkawanlah. Itu salah satu prinsip
menjalani hidup. Manusia butuh teman. Dan sahabat adalah deskripsi diri. Kalau mau
menilai seseorang, lihat dari teman-teman terdekatnya. Lingkungan mendeskripsikan
kita. Itu sebabnya Rasul mengibaratkan pertemanan dengan penjual minyak wangi
dan pandai besi
Sesungguhnya kawan duduk dalam rupa orang yang shalih dan
kawan duduk dalam rupa orang yang suka maksiat adalah seumpama tukang minyak
wangi dan pandai besi. Tukang minyak wangi boleh jadi akan mencipratkan minyak
wangi ke badanmu, atau engkau membeli minyak wangi dari dia, atau engkau
mendapatkan bau harum dari dirinya. Adapun pandai besi boleh jadi memercikkan
api ke bajumu atau engkau mendapati bau busuk dari dirinya.” (Mutaffaq
‘alaih).
Seseorang itu bergantung pada
agama sahabatnya. Karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian
memperhatikan dengan siapa ia bersahabat.” (HR Abu Dawud).
Terimakasih untuk mereka yang
menyadarkan saya teori ini. Selektif memilih adalah modal awal dalam berkawan. Pandai-pandai
membawa diri, sebab kita tidak pernah tahu bagaimana arus akan membawa kita. Butuh
gaya yang besar untuk memulai. Momen inersia manusia untuk bergerak itu
sepertinya luar biasa besar. Benda akan cenderung mempertahankan posisi
diamnya, itu kata guru fisika. Tapi, daya tarik lingkungan yang baik –harusnya-
memberikan dorongan yang lebih kuat, sehingga kita bisa memutuskan untuk
beranjak dari lingkaran gelap, menuju cahaya yang terang benderang. Percayalah,
bahwa tidak ada yang kekal di dunia, orang jahat sejahat-jahatnya bisa menjadi
baik sebaik-baiknya, dan orang baik bisa berubah 180derajat menjadi orang
jahat sejahat-jahatnya. Lingkungan merubah mereka. Lingkungan merubah kita…
sekian
Salam Hangat & Jabat Erat.
DN