Tiba-tiba teringat masa-masa pengumuman SNMPTN tahun 2011,
setalah baca tulisan seseorang yang menceritakan kegagalannya di SBMPTN 2013
kemarin. Terus, jadi ingin cerita, hehe.
2011. bener-bener jadi tahun pembelajaran buat saya. Awalnya
saya ikut tes semacam PMDK yang ada di
UI, apa namanya ya saya lupa :D Seleksi ini terbatas kuota , Alhamdulillah saya
termasuk dalam kuota itu. Saya pilih FKG UI (karena saya sadar diri lah ya, ga
yakin bisa tembus FK UI). Waktu pengisian formulir, tertera pilihan nominal
uang yang harus dibayar untuk biaya semester. Dan dengan bodohnya, saya mikir bahwa nominal akan mempengaruhi
keputusan diterima atau tidak. Jadi dengan seenak jidat saya tulis 4 juta
persemester. Tanpa bincang-bincang dengan orang tua, oh ayolah, bocah tak tahu
diri. Tapi akhirnya diizinkan, fyuuuh. Terus saya mikir, kalau saya keterima,
saya pasti harus ngekos. Biaya di Jakarta bukan tidak murah, belum lagi biaya
kuliah sehari-hari. Gila!!
Waktu saya main ke Jakarta untuk menjenguk saudara, saya
sempatkan main ke Salemba dengan Teteh saya. Saya foto-foto gedung FK UI, dan
tentu saja FKG UI. Dari pandangan pertama, If I have to be honest, oke, saya
gak jatuh cinta. Meskipun gedung FK UI mirip SMA 3 Bandung, tapi saya semacam enggak
sreg sama suasana Jakarta yang kayanya bukan saya banget.
H- Beberapa JAM (JAM YAAA JAAAAM!!) pengumuman seleksi PMDK
UI, it was CANCELLED, dan diberitahukan bahwa seleksi akan diintegrasikan dengan
SNMPTN Undangan, semacam tes masuk dengan menggunakan nilai rapot SMA, sebuah
kebijakan maha dahsyat dari pemerintah yang perdana dikeluarkan tahun 2011. Bagi
yang sudah terdaftar PMDK UI, tinggal melakukan konfirmasi apakah mau
dilanjutkan. Setelah berdiskusi dengan orang tua, akhirnya saya memutuskan PMDK
UI saya cancel, lalu memutuskan memilih jurusan baru di SNMPTN Undangan. Goodbye
Jakarta, Goodbye FKG UI.
Saya daftar. Tersedia 6 pilihan untuk 2 universitas yang
berbeda. Saya pilih Unpad, jurusan kedokteran, dan ITB jurusan FTTM. Sisanya saya
kosongkan. Sedikit PD, ya karena nilai Rapot saya gak jelek-jelek amat, even
ketika di ranking, saya termasuk 3 besar di angkatan yang mau daftar ke FK
Unpad. You know how it feels? Bikin saya jadi tak tahu diri. Ya gimana engga,
saya nyantei dong, ngerasa aman, dengan opini bahwa FK Unpad gak mungkin cuma
ambil 1 orang dari SMA 3. Yang lain ribet Bimbel, saya juga bimbel sih, di 2
tempat malah, tapi ya sekenanya saja.
Pengumanan undangan datang juga. Dengan bodohnya, saya lupa
nomer ujian saya, dan nomer ujian itu ada di kosan, sedang saya lagi di rumah.
Jadi malam itu saat orang lain sudah ber-alhamdulillah ria, saya gak tau nasib
saya. Sampai akhirnya besok paginya saya ke kosan, ambil kartu nomer ujian, dan
gak ada warnet yang buka pagi-pagi. Akhirnya, saya telepon Teteh saya, minta
dilihatkan di website. Teteh saya lama sekali menelepon baliknya. Ternyata,
teteh menelepon mama dulu, dan mengabarkan bahwa saya tidak lolos undangan. Teteh
gak tega kalau dia yang ngomong langsung ke saya. Akhirnya saya terima telepon
dari mama, dan dengan berat hati saya harus menerima, saya tidak diterima di
kedua pilihan itu.
Saya sesek. Banget. Saya lihat teman-teman saya diterima di
ITB, padahal saya juga daftar di ITB. Saya baru tahu belakangan, bahwa ternyata
Unpad hanya mengambil sedikit dari jatah Undangan, dan FK Unpad hanya mengambil
1 orang lewat jalur murni SNMPTN Undangan, dan ITB mendahulukan mereka yang
memilih ITB di pilihan pertama. Dan sejak saat itu, banyak kata “kalau”
memenuhi otak saya. Kalau saja saya tidak mau jadi dokter. Kalau saja saya tahu
Unpad ambil sedikit dari undangan. Kalau saja saya tahu ITB memprioritaskan
yang pilihan pertama. Kalau saja saya jadikan ITB pilihan pertama. Kalau saja….kalau
saja…kalaaauuuu…… lalu saya Runtuh, Roboh, Semacam udah ngelayang di udara, dan
gak mau hidup.
Saya nangis 2 hari 2 malam. Sampai mata saya bengkak. I was
totally afraid, karena SNMPTN tulis diadakan 2 minggu setelah pengumuman
undangan. Saya mengutuki diri. Kenapa sombong? Saya benci diri sendiri, karena
menganggap remeh sesuatu. Padahal sesuatu itu menentukan masa depan saya. Saya
marah, kenapa gak dari dulu belajarnya, kenapa kalau bimbel cuma main-main?
kenapa engga mempersiapkan kemungkinan terburuk jika tidak diterima? But time
cannot be reduced, waktu tidak pernah bisa ditarik mundur. I was on the Injury time, Jatah waktu hanya 2 minggu untuk mempersiapkan
apa yang belum dipersiapkan.
Akhirnya saya daftar ujian tulis, pilihan pertama FK Unpad,
pilihan kedua FKG Unpad. Saya sama sekali engga ambil ujian mandiri atau ujian
swasta satu pun, karena saya gak mau kuliah di swasta, disamping biayanya emang mahal. Dalam 2 minggu itu, saya merasa
menjadi super sholehah. Haha. Mama saya kadang menemani saya di kosan. Menenangkan
saya, yang pada waktu itu belajarnya udah macem orang gila. Berhenti cuma untuk
sholat, ke kamar mandi. Even sometimes I forget to eat. Dalam minggu –minggu itu, saya rasa itulah
sholat terkhusyu yang pernah saya lakukan (hehe). Terbangun sepertiga malam,
dzikir panjang banget, sujud lama banget, baca quran jadi serba hobi. Karena
saya tahu saya lagi sakit batin, yang obat penenangnya cuma satu : dekat dengan
Allah.
Tiap hari tambahan di GO, pulang bimbel lanjut belajar di
kosan, sampai ngundang temen yang udah lulus undangan, yang master matematika,
biologi, kimia, fisika untuk datang ke kosan, ngajarin saya.
Finally, Hari H tiba!!
Semua perasaan campur aduk. Saya tegang luar biasa,
deg-degan setengah mati. Saya ingat saya duduk di kursi pertama, paling pojok kanan
depan. Dan hari pertama ujian tulis, saking tegangnya, saya sampai ke WC 3 kali
-_- Just a moment before the test begin, saya izin ke toilet, karena saya gak
bakal bisa mikir kalau saya nahan buang air kecil -_- padahal kondisi peserta
ujian sudah steril, sudah tidak boleh keluar masuk lagi. Tapi saya mohon-mohon
ke petugas pengawas, supaya saya diizinkan ke toilet. Akhirnya saya diizinkan. Hahaha.
I will never ever forget that embarassing moment.
Ujian selesai. Saatnya menanti hasil pengumuman. Dari awal
saya sudah pesimis dengan hasil ujian, karena ngerjain gak maksimal. Padahal setelah
pulang, dan mengerjakan ulang soal itu, saya bisa. Tapi waktu ujian, blank…..panic
attack, and I hate it a lot!
Sore hari, saya duduk di lantai, bersandar di kaki mama yang
duduk di kursi. I asked her, “ ma, kira-kira detin keterima di mana?” dan tanpa
sadar, mama jawab “Kedokteran gigi”, refleks saya kaget, dan mama juga kaget
dengan jawabannya sendiri. “Iiih…kenapa? FK dooong!” saya bilang begitu. Dan mama
saya cepat-cepat beristigfar, katanya mama sendiri gak tau kenapa jawab itu.
Dan pengumuman akhirnya resmi dibuka. Saya nyalakan laptop
dan internet di rumah. saya ingat waktu itu menuju magrib, ayah menyuruh
saya untuk sholat dulu. Ayah pergi ke masjid, saya dan mama berjamaah. Selesai sholat,
teteh dan abang ipar saya telepon, they wondered about the result. Kami jawab
kami belum buka website nya. Sedikit gangguan, mungkin karena banyak orang yang
mengakses. Akhirnya abang yang minta untuk membuka, saya ingat waktu itu abang
masih di Amerika, menelepon dari Golden, dan bilang akses internet disana
lancar jaya. Abang bilang, “Selamat de, keterima di FKG Unpad”.
Saya sujud syukur, dan gak tau harus bilang apa. Mama justru
nanya, “sedih gak de? Ga apa-apa di FKG?” dan kalimat itu justru yang bikin
saya sedih. Tanpa mama sadar, saya menyesal sudah mengecewakannya. Demi Allah,
yang buat saya sedih bukan saya tidak diterima di FK, tapi karena mama sedih
mengira saya sedih gagal di pilihan pertama. Demi Allah, saya sedih kalau
melihat mama sedih. Dan mama sedih kalau lihat saya sedih, kami saling tahu,
lalu kami memutuskan diam. Sampai akhirnya ayah pulang dari masjid, dan
bertanya, “Gimana hasilnya de?” mama yang menjawab.
Ada banyak hikmah untuk saya. Allah punya maksud yang kadang
perlu waktu lama sampai maksud tersebut dimengerti oleh kita. Saya membayangkan
ulang, flashback dan berandai-andai, jika saya keterima di FKG UI dulu,
otomatis biaya pengeluaran semakin besar, dibanding dengan masuk di FKG Unpad,
biaya semester 2 juta, daaaan tidak perlu ngekos :D karena jarak rumah ke
jatinangor lumayan dekat. Allah tahu yang terbaik.
Dan sekarang, saat saya
duduk menuju tingkat 3, saya semakin menyadari perbedaan profesi antara dokter
dan dokter gigi, yang dulu saya pikir dokter umum lebih bergengsi dibanding
dokter gigi. Semakin dewasa, semakin mengerti dunia dokter gigi, semakin sadar,
kami memiliki kompetensi sendiri, yang dokter umum tidak bisa melakukannya,
begitupun mereka, profesi yang dokter gigi tidak bisa lakukan. Semua tentang
spesialisasi profesi, yang punya jalurnya masing-masing. Maka, dokter dan
dokter gigi adalah saling melengkapi. Jadi saya tidak perlu iri, karena saya
punya spesialisasi tersendiri. And now, I do love FKG :) Lagi-lagi Allah tahu yang
terbaik.
Kita tidak boleh terpuruk dalam perasaan gagal, Allah hanya
membelokkan jalan kita, tapi tujuanNya tetap sama, memberi yang terbaik untuk
hambaNya.
Selamat menjadi bangga dengan diri sendiri, dimanapun,
siapapun, dan kapanpun :)