Apa yang paling ditakuti seseorang ketika mereka bertambah dewasa? Beberapa orang takut pada kenyataan itu sendiri : kenyataan bahwa mereka telah dewasa. Sebagian orang berusaha untuk bisa kembali ke waktu mereka yang sudah berlalu, dan mengatakan "andai saya dulu begini.." "andai dulu saya berbuat itu..." dan sebagian orang dewasa lainnya merasa dirinya benar-benar sudah berubah, karakternya, caranya memandang masalah, caranya bersikap--that's life.
Semua orang dewasa akan sepakat bahwa teori (tentang apapun) tidak akan seberat mempraktikannya. Sekarang saya mengerti, mengapa nilai 100 sewaktu SD adalah hal yang sepele, menghafal satu bab penuh adalah perkara remeh temeh, kamu cukup menjawab pertanyaan sesuai dengan jawabannya, dan masalah selesai. Sedangkan semakin bertambah pengalaman hidup, nilai 100 adalah hal yang hampir mustahil, karena dalam praktiknya, tidak ada yang bisa benar-benar memenuhi keseluruhan paket ekspektasi orang lain. Termasuk ekspektasi kita terhadap sesuatu yang pernah kita kagumi.
Oh percayalah, dahulu kala, saya adalah penggemar berat seminar motivasi, buku-buku motivasi, kalimat-kalimat motivasi, dan apapun yang berbau penyemangat hidup. Seolah saya adalah seorang pesakitan yang terus menerus butuh suplai motivasi untuk melanjutkan hidup. Dan di mata saya, para motivator adalah ibarat malaikat di muka bumi ini yang turun untuk membantu kami kami yang hina dina ini dalam menjalani kejamnya dunia.
Lalu semua kefanaan dan mata yang nanar berkaca-kaca penuh kristal melihat motivator itu hancur seketika setelah saya berfikir terlalu berlebihan. Tentang kenyataan. Tentang hal yang sebenarnya terjadi, bahwa semua orang bisa melafalkan teori tapi tidak semuanya bisa mengaplikasikannya. Lalu, mengapa di dunia ini ada banyak orang yang mengaku bahwa motivator adalah sebuah pekerjaan untuk mencari nafkah? Fyuh.
Dari sekian banyak seminar-seminar motivasi yang pernah saya ikuti, hanya ada beberapa isi seminar yang masih melekat dalam otak saya, selebihnya menguap saat saya melangkahkan kaki keluar pintu. Semangat yang terbakar di dalam gedung tiba-tiba terguyur tsunami dan seketika semua padam. Sambil senyum-senyum sendiri, saat ini saya masih kebingungan dengan orang yang mencap dirinya adalah motivator handal nomer satu seasia, motivator kelas berat paling muda pertama di Indonesia -atau apapun titelnya- sebagai profesi. Bagi saya, semua orang adalah motivator yang paling tidak bertanggung jawab untuk memotivasi dirinya sendiri. Lain halnya dengan trainer, yang dengan keilmuannya memang berprofesi untuk melatih seseorang atau kelompok tentang keilmuan tertentu.
Pernah ada seorang (yang mencap dirinya) motivator bayaran mahal (dan bahkan saya sempat datangi seminarnya-,-) dia memotivasi dalam seminar-seminarnya tentang kesuksesan finansial dan kebahagiaan hidup. Ternyata dia datang ke suami saya (ceritanya waktu itu masih calon suami) untuk meminjam uang dengan janji akan dikembalikan dalam tempo beberapa bulan. Sampai kami akhirnya menikah, hutang itu belum juga lunas dibayarkan. Suami saya sampai bosan mengingatkan dia untuk memenuhi janji. Dan dia tetap mengisi seminar-seminar kesuksesan. Akhirnya kebiasaan saya mengagumi orang-orang di depan podium itu luluh lantah. Mungkin itulah alasan mengapa beberapa isi seminar itu menguap dengan mudahnya dan tidak berefek apapun, karena yang memotivasi tidak semuanya telah melalui apa yang dimotivasikannya. Itu seperti seseorang menyuruh orang lain untuk puasa sambil menjelaskan apa keutamaan-keutamaanya padahal dia sendiri tidak berpuasa. Karena memang, lebih mudah menasehati orang lain ketimbang menasehati diri sendiri.
Beberapa seminar yang bahkan saya masih ingat detil isinya adalah dari mereka yang menceritakan perjalanan hidupnya. Kisah nyata yang mereka kaitkan dengan teori. Mereka cukup duduk santai sambil bercerita hikmah yang pernah mereka dapat dalam hidup dan satu dua tiga pendengar secara bimsalabim akan terinspirasi. Hal itu tentu jauh lebih membekas dibanding sekedar memotivasi teori. Jadi buat saya, motivator bukanlah sebuah profesi. Dan menginspirasi tidak bisa dipaksakan, itu terjadi secara naluriah, alami.
Selalu ada perbedaan dari buku-buku motivasi dengan buku-buku biografi. Buku motivasi menawarkan dari A sampai Z teori tentang kesuksesan, sedangkan buku biografi hanya menyajikan informasi dari A sampai C tentang perjalanan hidup, dan efek setelah membaca, mana yang lebih kita ingat?
Itulah mengapa Rasulullah adalah sebaik-baik motivator. Semua yang beliau ucapkan dan nasihatkan adalah apa-apa yang telah beliau lakukan. Hingga berabad-abad kini jaraknya, motivasi itu terus menerus mengalir ke semua pengikutnya. Itulah mengapa nasihatnya begitu membekas di hati umatnya. Itulah sebaik-baik motivasi : teladan.
Semua orang dewasa akan sepakat bahwa teori (tentang apapun) tidak akan seberat mempraktikannya. Sekarang saya mengerti, mengapa nilai 100 sewaktu SD adalah hal yang sepele, menghafal satu bab penuh adalah perkara remeh temeh, kamu cukup menjawab pertanyaan sesuai dengan jawabannya, dan masalah selesai. Sedangkan semakin bertambah pengalaman hidup, nilai 100 adalah hal yang hampir mustahil, karena dalam praktiknya, tidak ada yang bisa benar-benar memenuhi keseluruhan paket ekspektasi orang lain. Termasuk ekspektasi kita terhadap sesuatu yang pernah kita kagumi.
Oh percayalah, dahulu kala, saya adalah penggemar berat seminar motivasi, buku-buku motivasi, kalimat-kalimat motivasi, dan apapun yang berbau penyemangat hidup. Seolah saya adalah seorang pesakitan yang terus menerus butuh suplai motivasi untuk melanjutkan hidup. Dan di mata saya, para motivator adalah ibarat malaikat di muka bumi ini yang turun untuk membantu kami kami yang hina dina ini dalam menjalani kejamnya dunia.
Lalu semua kefanaan dan mata yang nanar berkaca-kaca penuh kristal melihat motivator itu hancur seketika setelah saya berfikir terlalu berlebihan. Tentang kenyataan. Tentang hal yang sebenarnya terjadi, bahwa semua orang bisa melafalkan teori tapi tidak semuanya bisa mengaplikasikannya. Lalu, mengapa di dunia ini ada banyak orang yang mengaku bahwa motivator adalah sebuah pekerjaan untuk mencari nafkah? Fyuh.
Dari sekian banyak seminar-seminar motivasi yang pernah saya ikuti, hanya ada beberapa isi seminar yang masih melekat dalam otak saya, selebihnya menguap saat saya melangkahkan kaki keluar pintu. Semangat yang terbakar di dalam gedung tiba-tiba terguyur tsunami dan seketika semua padam. Sambil senyum-senyum sendiri, saat ini saya masih kebingungan dengan orang yang mencap dirinya adalah motivator handal nomer satu seasia, motivator kelas berat paling muda pertama di Indonesia -atau apapun titelnya- sebagai profesi. Bagi saya, semua orang adalah motivator yang paling tidak bertanggung jawab untuk memotivasi dirinya sendiri. Lain halnya dengan trainer, yang dengan keilmuannya memang berprofesi untuk melatih seseorang atau kelompok tentang keilmuan tertentu.
Pernah ada seorang (yang mencap dirinya) motivator bayaran mahal (dan bahkan saya sempat datangi seminarnya-,-) dia memotivasi dalam seminar-seminarnya tentang kesuksesan finansial dan kebahagiaan hidup. Ternyata dia datang ke suami saya (ceritanya waktu itu masih calon suami) untuk meminjam uang dengan janji akan dikembalikan dalam tempo beberapa bulan. Sampai kami akhirnya menikah, hutang itu belum juga lunas dibayarkan. Suami saya sampai bosan mengingatkan dia untuk memenuhi janji. Dan dia tetap mengisi seminar-seminar kesuksesan. Akhirnya kebiasaan saya mengagumi orang-orang di depan podium itu luluh lantah. Mungkin itulah alasan mengapa beberapa isi seminar itu menguap dengan mudahnya dan tidak berefek apapun, karena yang memotivasi tidak semuanya telah melalui apa yang dimotivasikannya. Itu seperti seseorang menyuruh orang lain untuk puasa sambil menjelaskan apa keutamaan-keutamaanya padahal dia sendiri tidak berpuasa. Karena memang, lebih mudah menasehati orang lain ketimbang menasehati diri sendiri.
Beberapa seminar yang bahkan saya masih ingat detil isinya adalah dari mereka yang menceritakan perjalanan hidupnya. Kisah nyata yang mereka kaitkan dengan teori. Mereka cukup duduk santai sambil bercerita hikmah yang pernah mereka dapat dalam hidup dan satu dua tiga pendengar secara bimsalabim akan terinspirasi. Hal itu tentu jauh lebih membekas dibanding sekedar memotivasi teori. Jadi buat saya, motivator bukanlah sebuah profesi. Dan menginspirasi tidak bisa dipaksakan, itu terjadi secara naluriah, alami.
Selalu ada perbedaan dari buku-buku motivasi dengan buku-buku biografi. Buku motivasi menawarkan dari A sampai Z teori tentang kesuksesan, sedangkan buku biografi hanya menyajikan informasi dari A sampai C tentang perjalanan hidup, dan efek setelah membaca, mana yang lebih kita ingat?
Itulah mengapa Rasulullah adalah sebaik-baik motivator. Semua yang beliau ucapkan dan nasihatkan adalah apa-apa yang telah beliau lakukan. Hingga berabad-abad kini jaraknya, motivasi itu terus menerus mengalir ke semua pengikutnya. Itulah mengapa nasihatnya begitu membekas di hati umatnya. Itulah sebaik-baik motivasi : teladan.