A Precious Moment,
Garut, October 21-23th 2011.
Bismillahirrahmaanirrohiim.
“Siapa yang hanya memikirkan dirinya sendiri, dia akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil, tapi, siapa yang mau memikirkan orang lain, dia akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”
—Sayyid Quthub
Mega Baksos Santolo kemarin mengajarkan saya banyak hal. Hal-hal yang mungkin dianggap sepele secara teori tapi sebenarnya mamberikan efek luar biasa bahkan mampu menggeser dan memperkaya pola pikir. Mengingat betapa idealis dan apatisnya pemuda macam saya yang hanya memikirkan “saya hidup bagaimana?” mulai beralih berfikir bahwa hidup itu sejatinya tidak pernah berdiri sendiri.
Mulai dari keberangkatan yang penuh kendala karena FKG 2011 harus tertahan dalam Kongres Tengah Tahun, perizinan untuk meninggalkan forum yang begitu sulit. Hingga sadar, tak ada lagi damri menuju bandung karena sudah terlalu sore. Sesuatu sekali. Yah, terima kasih Allah, di dunia ini masih ada kendaraan jenis kereta yang siap mengantar tanpa mendengar kata kendala macet -,-
Hari yang ditunggu datang. Salah satu hal yang saya ingat sebelum terjun ke lapangan adalah kata-kata ketua,
Dan saya mendapatkan sesuatu itu.
Sesuatu itu bernama pengalaman. Guru dari pengalaman itu bernama perubahan, yang mengajarkan saya untuk memperbaiki diri. One step ahead.
Tim Mira-Mare membawa saya pada suasana dimana ilmu itu an segala-galanya yang dibutuhkan untuk memberi pada orang lain. Saya hanya mahasiswi semester satu yang notabene belum belajar apapun tentang Public Health sudah harus menggantikan teh Tyas dalam hal pemeriksaan Gigi dan Mulut anak SD di desa Mira-Mare. Ilmu saya sangat dangkal sedangkal-dangkalnya, hanya mengikuti 2 kali pelatihan oleh senior dan kemudian harus berperang dengan kaca mulut, sonde, senter, alkohol, disclosing dan teman-temannya –yang belum pernah saya gunakan sama sekali sebelumnya. tapi saya belajar untuk membuat orang lain memercayai saya. Kenapa bukan teman 2011 yang lain? Kenapa harus saya? karena itu saya harus memantaskan diri. Selebihnya, meskipun melakukan banyak sekali kesalahan, setidaknya saya tahu kesalahan-kesalahan apa saja yang harus diperbaiki dan dipelajari lagi. Dan itulah kekuatan dan kehebatan sesuatu bernama pengalaman, sang guru terbaik.
silakan dibayangkan betapa menggelikannya foto ini -___-
Berhadapan dengan anak-anak secara langsung berarti menguji pelajaran secara teori tentang komunikasi. Ini bentuk praktiknya. Otak diperas, bibir dipaksa mengeluarkan senyum terbaik untuk anak-anak Desa Mari-Mare ini. Saya mencoba menularkan rasa senang saya bertemu mereka –yang sebut saja pasien “korban” pertama saya :D— Saya sangat senang bertemu mereka, dan saya mencoba membuat mereka juga senang bertemu saya dengan berkomunikasi sebaik mungkin. mereka memberikan saya sesuatu hal yang berharga, maka saya mencoba memberikan mereka sebuah ilmu dan kebahagiaan ala kadarnya, namun sepenuh hati.
Menghadirkan Hati
Semasa mengikuti OSIS di SMA, banyak sekali proker yang saya ikuti. Namun, saya menjalaninya sebatas amanah yang harus dipenuhi. That’s all. Namun semuanya berubah ketika negara api menyerang :D, ketika di Baksos Santolo ini saya berhadapan langsung dengan manusia yang sejatinya ingin dimanusiakan.
“Untuk merubah manusia dimulai dengan menyentuh hatinya, dan hati hanya bisa disentuh oleh hati” – Kang Yorga Permana.
Quotes inspiratif ini menyadarkan saya bahwa untuk memanusiakan manusia itu harus menghadirkan hati. Dan di acara ini saya menemukannya. Saya belajar bagaimana saya mencoba melibatkan hati saya untuk “suka” melihat orang lain bahagia.
Syukur alhamdulillah, saya bisa belajar menghadirkan hati saya untuk kegiatan ini.
A Word that changed my life at that moment : TOTALITAS
Extremely, I do love that word. Saya tidak berpikir sebelumnya bahwa kata-kata ini dapat memacu saya untuk berbuat lebih. Totalitas yang satu ini sangat berbeda dengan definisi totalitas-totalitas lain yang melumut di otak saya.
“
Sungguh-sungguh, totalitas. menegaskan perintah Allah dalam melakukan aktivitas dan kerja tidak mengenal kata henti dan istirahat karena pada hakikat amal tidak pernah usai dalam kehidupan. Tapi, kuantitas itu bukanlah segalanya. Allah menghadirkan kata “sungguh-sungguh” mengisyaratkan kualitas dari amal itu pun akan menjadi kadar penilaian amal di hadapan-Nya.
“dalam kehidupan, setengah ditambah setengah tidak selamanya satu, bahkan bisa menjadi nol, tak bernilai”
Pengerjaan tugas yang setengah-setengah ternyata bisa menjerumuskan kita pada kondisi tak mendapatkan apa-apa. Di acara ini, saya ingat sekali, kang Dani sebagai ketua selalu menekankan kata totalitas pada kami, dan itu yang membuat saya suka dengan kata itu. Ada makna yang besar sekali ternyata. Dan saya menyesal baru menyadarinya saat itu, semoga belum terlambat.
Secara keseluruhan, acara ini membuat mata saya lebih terbuka untuk melihat segi kemanusiaan dari banyak sisi. Membuat otak saya memberikan respon bahwa kemanusiaan itu menyenangkan. Bahwa menolong itu adalah kodrat manusia agar Allah lebih menolongnya. Bahwa memberi itu harus seperti bunga mawar yang tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya. Bahwa akan ada banyak hal yang tidak bisa kamu dapatkan bila haya duduk manis di kursi kuliahan. Bahwa menjadi seseorang yang inspiratif dan bermanfaat itu adalah salah satu tujuan kenapa kamu hidup. Bahwa mahasiswa itu memegang peranan dan andil yang besar bagi negara dan bangsanya. Bahwa tidaklah dikatakan aktifis kalau IPKnya dibawah 3. Bahwa hidup itu hanya sekali, hargai waktu dan jadilah pribadi yang lebih baik tiap waktunya. Bahwa manusia itu hanya ada lalai dan tidak lalai. Bahwa saya mulai mencintai Volunteer Doctors di pandangan pertama, di acara perdana, di pengalaman awal saya bersama :D :D
Saya belajar berkomitmen, insyaAllah. Terimakasih atas pengalaman yang menyenangkannya, volunteer doctors.
Best Regards,
Detin Nitami
Garut, October 21-23th 2011.
Bismillahirrahmaanirrohiim.
“Siapa yang hanya memikirkan dirinya sendiri, dia akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil, tapi, siapa yang mau memikirkan orang lain, dia akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”
—Sayyid Quthub
Mega Baksos Santolo kemarin mengajarkan saya banyak hal. Hal-hal yang mungkin dianggap sepele secara teori tapi sebenarnya mamberikan efek luar biasa bahkan mampu menggeser dan memperkaya pola pikir. Mengingat betapa idealis dan apatisnya pemuda macam saya yang hanya memikirkan “saya hidup bagaimana?” mulai beralih berfikir bahwa hidup itu sejatinya tidak pernah berdiri sendiri.
Mulai dari keberangkatan yang penuh kendala karena FKG 2011 harus tertahan dalam Kongres Tengah Tahun, perizinan untuk meninggalkan forum yang begitu sulit. Hingga sadar, tak ada lagi damri menuju bandung karena sudah terlalu sore. Sesuatu sekali. Yah, terima kasih Allah, di dunia ini masih ada kendaraan jenis kereta yang siap mengantar tanpa mendengar kata kendala macet -,-
Hari yang ditunggu datang. Salah satu hal yang saya ingat sebelum terjun ke lapangan adalah kata-kata ketua,
“sebelum kalian turun ke lapangan mungkin kalian belum mendapatkan apa-apa, tapi setelah kalian turun, kalian harus mendapatkan sesuatu”
Dan saya mendapatkan sesuatu itu.
Sesuatu itu bernama pengalaman. Guru dari pengalaman itu bernama perubahan, yang mengajarkan saya untuk memperbaiki diri. One step ahead.
Tim Mira-Mare membawa saya pada suasana dimana ilmu itu an segala-galanya yang dibutuhkan untuk memberi pada orang lain. Saya hanya mahasiswi semester satu yang notabene belum belajar apapun tentang Public Health sudah harus menggantikan teh Tyas dalam hal pemeriksaan Gigi dan Mulut anak SD di desa Mira-Mare. Ilmu saya sangat dangkal sedangkal-dangkalnya, hanya mengikuti 2 kali pelatihan oleh senior dan kemudian harus berperang dengan kaca mulut, sonde, senter, alkohol, disclosing dan teman-temannya –yang belum pernah saya gunakan sama sekali sebelumnya. tapi saya belajar untuk membuat orang lain memercayai saya. Kenapa bukan teman 2011 yang lain? Kenapa harus saya? karena itu saya harus memantaskan diri. Selebihnya, meskipun melakukan banyak sekali kesalahan, setidaknya saya tahu kesalahan-kesalahan apa saja yang harus diperbaiki dan dipelajari lagi. Dan itulah kekuatan dan kehebatan sesuatu bernama pengalaman, sang guru terbaik.
silakan dibayangkan betapa menggelikannya foto ini -___-
Berhadapan dengan anak-anak secara langsung berarti menguji pelajaran secara teori tentang komunikasi. Ini bentuk praktiknya. Otak diperas, bibir dipaksa mengeluarkan senyum terbaik untuk anak-anak Desa Mari-Mare ini. Saya mencoba menularkan rasa senang saya bertemu mereka –yang sebut saja pasien “korban” pertama saya :D— Saya sangat senang bertemu mereka, dan saya mencoba membuat mereka juga senang bertemu saya dengan berkomunikasi sebaik mungkin. mereka memberikan saya sesuatu hal yang berharga, maka saya mencoba memberikan mereka sebuah ilmu dan kebahagiaan ala kadarnya, namun sepenuh hati.
Menghadirkan Hati
Semasa mengikuti OSIS di SMA, banyak sekali proker yang saya ikuti. Namun, saya menjalaninya sebatas amanah yang harus dipenuhi. That’s all. Namun semuanya berubah ketika negara api menyerang :D, ketika di Baksos Santolo ini saya berhadapan langsung dengan manusia yang sejatinya ingin dimanusiakan.
“Untuk merubah manusia dimulai dengan menyentuh hatinya, dan hati hanya bisa disentuh oleh hati” – Kang Yorga Permana.
Quotes inspiratif ini menyadarkan saya bahwa untuk memanusiakan manusia itu harus menghadirkan hati. Dan di acara ini saya menemukannya. Saya belajar bagaimana saya mencoba melibatkan hati saya untuk “suka” melihat orang lain bahagia.
Syukur alhamdulillah, saya bisa belajar menghadirkan hati saya untuk kegiatan ini.
A Word that changed my life at that moment : TOTALITAS
Extremely, I do love that word. Saya tidak berpikir sebelumnya bahwa kata-kata ini dapat memacu saya untuk berbuat lebih. Totalitas yang satu ini sangat berbeda dengan definisi totalitas-totalitas lain yang melumut di otak saya.
“
Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al Insyirah: 7)
Sungguh-sungguh, totalitas. menegaskan perintah Allah dalam melakukan aktivitas dan kerja tidak mengenal kata henti dan istirahat karena pada hakikat amal tidak pernah usai dalam kehidupan. Tapi, kuantitas itu bukanlah segalanya. Allah menghadirkan kata “sungguh-sungguh” mengisyaratkan kualitas dari amal itu pun akan menjadi kadar penilaian amal di hadapan-Nya.
“dalam kehidupan, setengah ditambah setengah tidak selamanya satu, bahkan bisa menjadi nol, tak bernilai”
Pengerjaan tugas yang setengah-setengah ternyata bisa menjerumuskan kita pada kondisi tak mendapatkan apa-apa. Di acara ini, saya ingat sekali, kang Dani sebagai ketua selalu menekankan kata totalitas pada kami, dan itu yang membuat saya suka dengan kata itu. Ada makna yang besar sekali ternyata. Dan saya menyesal baru menyadarinya saat itu, semoga belum terlambat.
Secara keseluruhan, acara ini membuat mata saya lebih terbuka untuk melihat segi kemanusiaan dari banyak sisi. Membuat otak saya memberikan respon bahwa kemanusiaan itu menyenangkan. Bahwa menolong itu adalah kodrat manusia agar Allah lebih menolongnya. Bahwa memberi itu harus seperti bunga mawar yang tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya. Bahwa akan ada banyak hal yang tidak bisa kamu dapatkan bila haya duduk manis di kursi kuliahan. Bahwa menjadi seseorang yang inspiratif dan bermanfaat itu adalah salah satu tujuan kenapa kamu hidup. Bahwa mahasiswa itu memegang peranan dan andil yang besar bagi negara dan bangsanya. Bahwa tidaklah dikatakan aktifis kalau IPKnya dibawah 3. Bahwa hidup itu hanya sekali, hargai waktu dan jadilah pribadi yang lebih baik tiap waktunya. Bahwa manusia itu hanya ada lalai dan tidak lalai. Bahwa saya mulai mencintai Volunteer Doctors di pandangan pertama, di acara perdana, di pengalaman awal saya bersama :D :D
Saya belajar berkomitmen, insyaAllah. Terimakasih atas pengalaman yang menyenangkannya, volunteer doctors.
Best Regards,
Detin Nitami