Ada orang yang jika berbicara, semua hal yang terlintas di pikirannya akan ikut dibicarakan, sampai mulut berbusa, menyambung satu topik dan menyerempet topik-topik lain. Ada orang yang ketika berbicara, dengan semangat berapi-api berpetir-petir, tapi ditengah-tengah kehilangan kosakata, bingung mau melanjutkan apa. Ada orang yang ketika berbicara, kata-katanya tenang mencerminkan ketinggian ilmunya, seolah di otaknya ada brangkas kata yang tersusun rapi.
Tapi ada juga yang ketika berbicara, dia akan seperti ini :
Percaya atau tidak, tapi sebaiknya percaya saja, setiap kali saya mau bicara di depan forum, saya akan berpikir berkali-kali tentang kata-kata yang akan saya ucapkan, kira-kira benar atau tidak? Nanti kalau tidak benar, apa kata orang? semua kalimat-kalimat yang acak-acakan itu terus-terusan dirangkai sebelum diucapkan, sampai-sampai waktu untuk berbicaranya sudah kadaluarsa, dan akhirnya tidak jadi bicara.
Atau ketika ragu berpendapat dalam tulisan, setelah tulisan di posting, dibaca ulang, kira-kira benar tidak ya tulisannya, kalau salah apa pendapat orang? apa sebaiknya di hapus saja? Maka akhirnya, tulisannya kemudian saya hapus. Cupu emang.
****
Hmmm, Akhir-akhir ini, dunia makin ribut ya. Debat udah jadi hobi. Mirisnya, yang jadi lawan bukan sebenar-benar lawan. Sometimes, kita mendebat kawan kita sendiri.
Mesir bergejolak, tapi ujung-ujungnya sesama muslim main tuding. Barat seneng tuh liat kita kaya gini. Apalagi yang ngaku muslim tapi otaknya udah ga sejalan sama Islam, namanya Liberal. Orang-orang liberal banyak yang jago nulis, jago ngomong, jago argumen. Masa “matahari yang sebenarnya pemberi kehidupan” aja bisa mereka argumenkan? Belum lagi mereka men-statement-kan kalau Islam itu agama oplosan. Iya kali emang minyak goreng. Dan segala kekacauan teori-teori mereka. Mereka jago loh berargumen, meskipun argumen mereka stupid nya minta ampun.
Suatu ketika saya baca tulisan dari orang liberal. Bravo, bahasanya meyakinkan sekali. Ya orang-orang awam yang ga tau apa-apa bisa kemakan tuh sama “teori” nya doi. Tapi kalau kita kritis, akan jelas sekali terlihat subjektivitas menjadi tema besar dari tulisan sang penulis.
Semua penulis memang pada akhirnya akan membawa kepentingannya. Kepentingannya adalah tujuannya. Termasuk tulisan ini, saya punya tujuan untuk menulis, dan saya punya kepentingan mengapa saya menulis. Kepentingan menulis itu banyak, ada yang ingin menginspirasi, ada yang ingin berbagi, ada yang ingin kelihatan keren, ada yang ingin mengungkapkan perasan, ada yang ingin bersosial, berpolitik, berbisnis, bahkan ada yang ikhtiar cari jodoh lewat tulisan. Apa itu salah? Hei, Semua penulis melakukannya.
*****
Dengan argumen yang sedemikian beragam, kadang orang-orang yang tidak berilmu atau yang ilmunya salah arah alias gagal paham saja mampu mengungkapkan pendapat di khalayak. Maka, seorang saya yang dulu berpikir, “ilmu kamu masih sedikit, masih belum ngerti apa-apa, dari pada kamu salah, lebih baik kamu diam saja, wong diam itu emas” harusnya berpikir lagi.
Sampaikanlah walau hanya satu ayat. Kebenaran harus ditegakkan dengan segera, kebenaran adalah agenda yang mendesak. Kalau menunggu sampai ilmunya tinggi, siapa yang akan bertindak jika ketidakbenaran merajalela? Mereka yang jelas-jelas sudah salah paham dengan ilmunya, masih heboh berkoar-koar. Mereka toh tidak takut salah, meskipun memang salah. Memang belum tentu saya benar, tapi ketika apa yang saya ucapkan dibenarkan Alquran dan Sunah, tidak ada satu manusiapun yang bisa menyalahkannya. Termasuk oleh isme isme manapun. Jadi kiranya, saya tidak boleh lagi takut berpendapat.
Kalau pendapat saya salah?
Toh, saya manusia. Itu ciri saya manusia, saya punya salah. Yang bikin dia bukan manusia, ya kalau dia salah, dia enjoy sama kesalahannya. Kalau pendapat saya salah, niat awal adalah belajar, saya berlindung pada Allah atas kesalahan ucapan dan pikiran. Orang akan mengkritik pendapat saya, dan dari kritik saya akan belajar apa yang benar. Jadi, meskipun ilmu saya sedikit, tapi yang sedikit itu sebaiknya dialirkan, biar tidak jadi keruh karena ditampung di otak sendiri saja.
Beda ya, antara berpendapat sama dominasi berbicara. You never learn when you talk, kata pepatah inggris. Jadi dear myself, jangan cuma berkoar-koar, tapi tidak banyak mendengarkan dan mengamati. When it happens, you learn nothing.
0 comments:
Post a Comment
comment this post