Kenapa begitu banyak orang yang bohongi diri melulu?
Kenapa dunia diliputi orang-orang yang tak kenal malu?
Kenapa untuk jujur pun, lidah kaku, bibir sembilu
........
Haha, yaaaa, permisi, orang awam mau berpendapat, sebab
katanya di undang-undang dasar 45 ada poin tentang hak asasi untuk berpendapat
(ya terus kenapa)
Saya sebenernya bingung, sekaligus mau curhat. Tapi bukan
curhat yang bikin bingung (?)
Kalau ditanya, jujur pada diri sendiri, dengan jujur pada
orang lain, susah yang mana?
Konteks keduanya sama. Sama-sama perihal kejujuran,
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi tanpa pengurangan, tanpa penambahan,
tanpa pengubahan makna.
Tapi objek yang hendak di-jujur-i nya jauh berbeda.
Sekarang, jawab! Jujur sama diri sendiri atau jujur sama orang lain yang lebih
susah?
Hah? Apa? jujur itu gampang?
Masa?
(ini yang jawab gini imannya mantap, kalau gitu ceritanya
saya nanyanya ke yang imannya belum begitu mantap, tapi baik, ya sedemikian
rupa sehingga menjawab jujur itu sulit lah pokonya)
Seandainya jujur itu sulit, saya akan menjawab jujur pada
diri sendiri itu jauh lebih sulit.
Mungkin kita bisa jujur, sebenarnya saya suka dengan baju
yang dia pakai, saya bilang, “baju kamu bagus banget, kamu nya juga cantik
abis.” Jujur ya ceritanya sama orangnya. Tapi, susah ya buat jujur sama diri
sendiri, kalau ternyata sebenernya kita sirik, pengen punya baju sebagus itu,
wajah secantik itu, body sesemapai itu….
Tapi apalah artinya manusia tanpa hati (etsaaah).
Aforismenya adalah hati terdalam manusia mampu mengenali dan mendeteksi
kebocoran pipa pertahanan kejujuran. Tapi, kehendak dan keinginan lebih
mendominasi pemikiran sehingga sampai hati mengesampingkan urusan nurani. Iya
kan? Kalau bukan, berarti ini namanya dekontekstualisasi (??) . Ga sinkron.
Padahal nyatanya, memang begini, lebih baik membohongi hati daripada harus
kehilangan apa yang ingin dimiliki. Manusiawi kah? Jelas tidak. Sebab manusia
memiliki akal dan pikiran, punya acuan mana yang baik dan buruk, entah itu
etika, hukum, maupun agama.
Hidup bukanlah melodrama, yang lebih mengutamakan kesan dari
pada kebenaran. Hidup dengan jujur itu adalah ibadah, sebab Allah
memerintahkannya. Bagaimana bisa seutuhnya jujur pada orang lain bila dalam
proses penyampaiannya masih ada butir-butir ketidakjujuran pada diri sendiri?
Orang bijak bilang, kuncinya satu. Namanya ikhlas. Kenal?
Kalau belum, segeralah berkenalan. Sebab waktu kita punya limit. Saat mampu
mengikhlaskan, kejujuran itu muncul dengan hilangnya gelisah. Karena, gelisah
akan menutupi hati. Apa jujur pada diri sendiri masih terlihat sulit? Apa
disfonia akut sampai tak perlu bicara lebih baik daripada harus membohongi
diri? Jawabnya, jujur itu mudah dan ia adalah jalan yang terbaik.
Jangan kotori perjalanan hidup dengan berjalan bukan sebagai
diri sendiri. Jangan berlari meraih citra diri padahal sedang pakai topeng muka
malaikat. Bila itu terjadi, hidup sia-sia. Apalagi matinya, lebih sia-sia. Lalu sejarah
pribadi ditutup oleh eksodos mengerikan bernama : pembohongan diri.
Lalu sejarah pribadi ditutup oleh eksodos mengerikan bernama : pembohongan diri.
ReplyDelete^^