Thursday, January 19, 2012

Eksodos


Kenapa begitu banyak orang yang bohongi diri melulu?
Kenapa dunia diliputi orang-orang yang tak kenal malu?
Kenapa untuk jujur pun, lidah kaku, bibir sembilu
........

Haha, yaaaa, permisi, orang awam mau berpendapat, sebab katanya di undang-undang dasar 45 ada poin tentang hak asasi untuk berpendapat (ya terus kenapa)
Saya sebenernya bingung, sekaligus mau curhat. Tapi bukan curhat yang bikin bingung (?)

Kalau ditanya, jujur pada diri sendiri, dengan jujur pada orang lain, susah yang mana?
Konteks keduanya sama. Sama-sama perihal kejujuran, mengatakan apa yang sebenarnya terjadi tanpa pengurangan, tanpa penambahan, tanpa pengubahan makna.
Tapi objek yang hendak di-jujur-i nya jauh berbeda. Sekarang, jawab! Jujur sama diri sendiri atau jujur sama orang lain yang lebih susah?
Hah? Apa? jujur itu gampang?
Masa?
(ini yang jawab gini imannya mantap, kalau gitu ceritanya saya nanyanya ke yang imannya belum begitu mantap, tapi baik, ya sedemikian rupa sehingga menjawab jujur itu sulit lah pokonya)
Seandainya jujur itu sulit, saya akan menjawab jujur pada diri sendiri itu jauh lebih sulit.
Mungkin kita bisa jujur, sebenarnya saya suka dengan baju yang dia pakai, saya bilang, “baju kamu bagus banget, kamu nya juga cantik abis.” Jujur ya ceritanya sama orangnya. Tapi, susah ya buat jujur sama diri sendiri, kalau ternyata sebenernya kita sirik, pengen punya baju sebagus itu, wajah secantik itu, body sesemapai itu….

Tapi apalah artinya manusia tanpa hati (etsaaah). Aforismenya adalah hati terdalam manusia mampu mengenali dan mendeteksi kebocoran pipa pertahanan kejujuran. Tapi, kehendak dan keinginan lebih mendominasi pemikiran sehingga sampai hati mengesampingkan urusan nurani. Iya kan? Kalau bukan, berarti ini namanya dekontekstualisasi (??) . Ga sinkron. Padahal nyatanya, memang begini, lebih baik membohongi hati daripada harus kehilangan apa yang ingin dimiliki. Manusiawi kah? Jelas tidak. Sebab manusia memiliki akal dan pikiran, punya acuan mana yang baik dan buruk, entah itu etika, hukum, maupun agama.

Hidup bukanlah melodrama, yang lebih mengutamakan kesan dari pada kebenaran. Hidup dengan jujur itu adalah ibadah, sebab Allah memerintahkannya. Bagaimana bisa seutuhnya jujur pada orang lain bila dalam proses penyampaiannya masih ada butir-butir ketidakjujuran pada diri sendiri?

Orang bijak bilang, kuncinya satu. Namanya ikhlas. Kenal? Kalau belum, segeralah berkenalan. Sebab waktu kita punya limit. Saat mampu mengikhlaskan, kejujuran itu muncul dengan hilangnya gelisah. Karena, gelisah akan menutupi hati. Apa jujur pada diri sendiri masih terlihat sulit? Apa disfonia akut sampai tak perlu bicara lebih baik daripada harus membohongi diri? Jawabnya, jujur itu mudah dan ia adalah jalan yang terbaik.
Jangan kotori perjalanan hidup dengan berjalan bukan sebagai diri sendiri. Jangan berlari meraih citra diri padahal sedang pakai topeng muka malaikat. Bila itu terjadi, hidup sia-sia. Apalagi matinya, lebih sia-sia. Lalu sejarah pribadi ditutup oleh eksodos mengerikan bernama : pembohongan diri.

1 comment:

  1. Lalu sejarah pribadi ditutup oleh eksodos mengerikan bernama : pembohongan diri.

    ^^

    ReplyDelete

comment this post